Powered By Blogger

Selasa, 16 November 2010

Khusyu’ Dalam Shalat Dan Pengaruhnya Bagi Seorang Muslim

 Khusyu’ Dalam Shalat Dan Pengaruhnya Bagi Seorang Muslim
Kamis, 11 Nopember 2010 15:53:12 WIB
KHUSYU' DALAM SHALAT DAN PENGARUHYA BAGI SEORANG MUSLIM[1]
Oleh Syaikh Abdul Bari ats Tsubaiti 
Source:http://www.almanhaj.or.id/content/2892/slash/0

Saya wasiatkan kepada Anda semua dan diri saya sendiri untuk bertakwa kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam". [ali Imran : 102].

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ 

"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan". [al-Ankabut : 45]

Pembicaraan tentang shalat membutuhkan pengingatan dan pengulangan, tidak boleh ada kebosanan untuk mendengarkannya. Karena shalat merupakan kewajiban yang paling besar pengaruhnya, paling agung penjelasan dan kebaikannyan dan yang paling berbahaya apabila ditinggalkan. Shalat merupakan tiang agama dan kunci surga Allah. Barangsiapa yang menjaga shalat, berarti dia telah berpegang dengan syariat Islam dan mengambil pondasinya. Barangsiapa yang melalaikan shalat, berarti dia telah melalaikan agamanya dari pondasinya.

Shalat juga merupakan obat yang bisa menyembuhkan penyakit-penyakit hati, kejelekan jiwa dan penyakit-penyakitnya; bagaikan cahaya yang menghilangkan pekatnya dosa-dosa dan kemaksiatan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan permisalan dalam sabdanya : 

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا

“Apa pendapat kalian, seandainya ada sungai di depan pintu salah seorang dari kalian, dia mandi disungai itu lima kali sehari; apakah ada kotoran/daki yang tersisa?” Mereka menjawab,”Tidak akan ada kotoran yang tersisa sedikitpun.” Nabi berkata,”Demikianlah permisalan shalat lima waktu. Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan dengan sebab shalat.” (HR Muslim). 

Hal ini juga dikuatkan oleh hadits tentang keutamaan wudhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

فَإِنْ هُوَ قَامَ فَصَلَّى فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَمَجَّدَهُ بِالَّذِي هُوَ لَهُ أَهْلٌ وَفَرَّغَ قَلْبَهُ لِلَّهِ إِلَّا انْصَرَفَ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ 

"Apabila dia berdiri untuk mengerjakan shalat, kemudian memuji dan mengagungkan Allah dengan pujian yang pantas bagi Allah, dia mengkhusyu’kan hatinya untuk Allah, kecuali dia berpisah dengan kesalahannya sebagaimana keadaannya pada hari dilahirkan oleh ibunya". [HR Muslim].

Seperti inilah buah dari ibadah, dan sedemikian besar hasil dari pelaksanaan ibadah shalat ini, sehingga pantas untuk diperhatian dan ditegakkan. Mari kita jadikan shalat sebagai penghias hidup kita dan bisikan hati kita. 

Allahu Akbar; Hayya ‘alash shalat; Hayya ‘alal falah (mari kita kerjakan shalat, mari menuju kebahagiaan), panggilan yang bergema di segenap penjuru, adzan yang menembus telinga untuk membangunkan jasad yang bercahaya dengan keimanan dan hati yang khusyu’. 

قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya" [al Mu'minuun : 1-2]

Dengan khusyu’, seseorang yang shalat dapat menyatukan antara kebersihan lahiriyah dan kebersihan batiniyah, ketika dia berkata dalam ruku`nya :

خَشَع لَكَ َ سَمْعِي وَبَصَرِي وَمُخِّي وَعَظْمِي وَعَصَبِي 

"Khusyu’ kepadaMu pendengaranku, penglihatanku, otakku, tulangku dan otot-ototku". [HR Muslim]. 

Sedangkan dalam riwayat Ahmad : 

وَمَا اسْتَقَلَّتْ بِهِ قَدَمِي

"Dan ketika terangkatnya kedua kakiku untuk Allah".

Dengan kekhusyu’an, akan diampuni dosa-dosa dan dihapus kesalahan-kesalahan, dan ditulislah shalat di timbangan kebaikan, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلَاةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءَهَا وَخُشُوعَهَا وَرُكُوعَهَا إِلَّا كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوبِ مَا لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وَذَلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ 

"Tidaklah seorang muslim mendapati shalat wajib, kemudian dia menyempurnakan wudhu`, khusyu’ dan ruku’nya, kecuali akan menjadi penghapus bagi dosa-dosanya yang telah lalu, selama tidak melakukan dosa besar; dan ini untuk sepanjang masa" [HR Muslim]

Shalat, apabila dihiasi dengan khusyu’ dalam perkataan, dan gerakannya dihiasi dengan kerendahan, ketulusan, pengagungan, kecintaan dan ketenangan, sungguh, ia akan bisa menahan pelakunya dari kekejian dan kemungkaran. Hatinya bersinar, keimanannnya meningkat, kecintaannya semakin kuat untuk melaksanakan kebaikan, dan keinginannya untuk berbuat kejelekan akan sirna. Dengan khusyu’, bertambahlah munajat seseorang kepada Rabb-nya, demikian pula kedekatan Rabb-nya kepadanya. Ahmad, Abu Dawud dan Nasaa-i meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

لَا يَزَالُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مُقْبِلًا عَلَى الْعَبْدِ َ فِي صَلَاتِهِ مَا لَمْ يَلْتَفِتْ فَإِذَا الْتَفَتَ انْصَرَفَ عَنْه

"Senantiasa Allah ‘Azza wa Jalla menghadap hambaNya di dalam shalatnya, selama dia (hamba) tidak berpaling. Apabila dia memalingkan wajahnya, maka Allah pun berpaling darinya"

Khusyu’ memiliki kedudukan yang sangat besar. Ia sangat cepat hilangnya, dan jarang sekali didapatkan. Terlebih lagi pada jaman kita sekarang ini. Tidak bisa menggapai khusyu’ dalam shalat merupakan musibah dan penyakit yang paling besar. Rasulullah juga merasa perlu berlindung darinya, sebagaimana beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa : 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ

"Ya, Allah. Aku berlindung kepadaMu dari hati yang tidak khusyu’". [HR Tirmidzi]

Dan tidaklah penyimpangan moral menimpa sebagian kaum Muslimin, kecuali karena shalat mereka bagaikan bangkai tanpa ruh, dan sebatas gerakan belaka. Ath Thabrani dan selainnya meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

أَوَّل مَا يُرْفَعُ مِن هَذِهِ الأُمَّةِ الْخُشُوعُ حَتَّى َلَا تَرَى فِيهَا رَجُلًا خَاشِعًا

"Yang pertama kali diangkat dari umatku adalah khusyu’, sehingga engkau tidak akan melihat seorang pun yang khusyu’".

Sahabat Hudzaifah Radhiyallahu 'anhu berkata : “Yang pertama kali hilang dari agama kalian adalah khusyu’, dan yang terakhir kali hilang dari agama kalian adalah shalat. Kadang-kadang seseorang yang shalat tidak ada kebaikannya, dan hampir-hampir engkau masuk masjid tanpa menjumpai di dalamnya seorang pun yang khusyu’”.

Shalat adalah penenang seorang muslim dan hiburannya, puncak tujuan dan cita-citanya. Rasulullah berkata kepada Bilal: “Tenangkan kami dengan shalat”. Beliau bersabda:

وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ

"Dan dijadikan penyejuk hatiku dalam shalat". [HR Nasaa-i dan Ahmad]. 

Shalat menjadi penyejuk hati, kenikmatan jiwa dan surga hati bagi seorang muslim di dunia. Seolah-olah ia senantiasa berada di dalam penjara dan kesempitan, sampai akhirnya masuk ke dalam shalat, sehingga baru bisa beristirahat dari beban dunia dengan shalat. Dia meninggalkan dunia dan kesenangannya di depan pintu masjid, dia meninggalkan di sana harta dunia dan kesibukannya untuk membuka lembaran yang dia sebutkan di dalam hatinya. Masuk masjid dengan hati yang penuh rasa takut karena mengagungkan Allah mengharapkan pahalaNya. 

Abu Bakar ash Shiddiq Radhiyallahu 'anhu , apabila sedang dalam keadaan shalat, seolah-olah ia seperti tongkat yang ditancapkan. Apabila mengeraskan bacaannya, isakan tangis menyesaki batang lehernya. Sedangkan ‘Umar al Faruq Radhiyallahu 'anhu, apabila membaca, orang yang di belakangnya tidak bisa mendengar bacaannya karena tangisannya. Demikian juga ‘Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, apabila dalam keadaan shalat, seolah-olah ia seperti tongkat kayu. Sedangkan ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu, apabila datang waktu shalat, bergetarlah ia dan berubah wajahnya. Tatkala ditanya, dia menjawab: “Sungguh sekarang ini adalah waktu amanah yang Allah tawarkan kepada langit, bumi dan gunung, mereka enggan untuk memikulnya dan takut dengan amanah ini, akan tetapi aku memikulnya”.

Di antara manusia ada yang shalat dengan badan dan seluruh persendiannya, menggerakkan lisannya dengan ucapan, menundukkan punggung mereka untuk ruku`, turun ke bumi untuk sujud, akan tetapi, hati mereka tidak bergerak ke arah Allah Sang Pencipta Yang Maha Tinggi. Mereka menampakkan ketundukan, sedangkan hatinya lari menjauh. Mereka membaca al Qur`an, akan tetapi tidak meresapinya. Mereka bertasbih, akan tetapi tidak memahaminya. Mereka berdiri di hadapan Allah dan di dalam rumahNya, akan tetapi, sebenarnya pandangannya ke arah pekerjaan mereka, tinggal bersama ruh mereka di tempat tinggal mereka. Begitulah keadaannya, seseorang telah mengerjakan shalat dalam waktu yang lama, akan tetapi ia tidak pernah menyempurnakan shalatnya, meskipun hanya sehari saja; karena ia tidak menyempurnakan ruku’nya, sujudnya dan khusyu’nya. Barangsiapa keadaannya seperti ini, sungguh ia tidak bisa mengambil manfaat dari shalatnya, sehingga kadang-kadang ia memakan harta manusia dengan batil, melakukan kerusakan di antara manusia, melaksanakan amalan yang bertentangan dengan agama dan akhlak, bahkan dia menjadikan shalat hanya untuk mendapatkan pujian manusia, untuk menutupi kejahatan kedua tangan dan kakinya. 

Saudaraku seiman, hadits berikut ini sebagai renungan, sikapilah dirimu dengan jujur, agar mampu melihat posisi kita masing. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

"Sesungguhnya seseorang selesai (dari shalat) dan tidaklah ditulis (pahala) baginya, kecuali sepersepuluh shalatnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, setengahya". 

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, bahwa Hasan bin ‘Athiah Radhiyallahu 'anhu berkata : “Sesungguhnya ada dua orang berada dalam satu shalat, akan tetapi perbedaan keutamaan (pahala) antara keduanya bagaikan langit dan bumi”.

Wahai orang yang shalat, sesungguhnya shalat adalah kobaran api pertempuran bersama setan, pertempuran was-was dan bisikan-bisikan, karena kita berdiri pada tempat yang agung, paling dekatnya kedudukan (dengan Allah) dan paling dibenci setan. Kemudian setan menghiasi di depan pandangamu dengan kesenangan, menawarkan keindahan dan godaan. Dia juga mengingatkan yang engkau lupakan, sehingga dia merasa senang ketika shalatmu rusak, sebagaimana baju yang usang, rusak, tidak mendapatkan pahala dan tidak pula mendapatkan keutamaan.

Wahai orang yang shalat, barangsiapa yang menempuh metode Nabi dan meniti jalan Nabi dalam shalatnya, niscaya dia dapat memperoleh kekhusyu’an. Untuk bisa meraih khusyu` ada beberapa hal yang bisa membantunya. Yaitu orang yang akan shalat, hendaknya segera menuju masjid dengan tenang dan tidak tergesa-gesa, ia telah membersihkan pakaiannya, mensucikan badannya, mengkosongkan hatinya dari kesibukan dunia, semerbak harum badannya, meluruskan barisan dan menutup celah dalam barisan, dan ia tidak mengangkat kepalanya ke langit saat shalat, karena hal ini terlarang dan bisa menghilangkan kekhusyu’an.

Termasuk yang juga bisa menolong untuk khusyu’ dalam shalat, yaitu tidak mengganggu orang lain dengan bacaan al Qur`an, tidak shalat dengan pakaian atau baju yang ada gambarnya, tulisannya, ataupun baju berwarna-warni yang bisa mengganggunya, dan mengganggu orang lain. Begitu juga suara-suara yang berasal dari handphone yang mengganggu kaum Muslimin, sehingga merusak kekhusyu’an. Oleh karena itu janganlah membawa suara musik yang berdendang di dalam rumah-rumah Allah tercampur dengan kalam Allah. Kita meminta kepada Allah salamah dan ‘afiyah dari dosa dan kesalahan.

Dari Abu Qatadah Radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

أَسْوَأُ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ صَلَاتَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُهَا قَالَ لَا يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلَا سُجُودَهَا أَوْ قَالَ لَا يُقِيمُ صُلْبَهُ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُود

"Sejelek-jelek pencuri adalah orang yang mencuri shalatnya”. Mereka bertanya,”Wahai, Rasulullah. Bagaimana seseorang mencuri shalatnya?” Rasulullah menjawab,”Dia tidak menyempurnakan ruku` dan sujudnya,” atau ia (Rasulullah) berkata : “Tidak menegakkan tulang punggungnya ketika ruku’ dan sujud". [Diriwayatkan oleh Ahmad] 

Termasuk hal terbesar untuk bisa tenang dan khusyu’ dalam shalat, yaitu merenungi dan meresapi makna. Ketika mengucapkan Allahu Akbar, maka renungkanlah kedalaman pemahamannya dan petunjuknya. Allah Maha Besar dari setan yang menipunya di dunia. Allah Maha Besar dari nafsu syahwat, harta, kedudukan dan anak. Maka mantapkan dan tanamkan ke dalam hati, kemudian laksanakan segala konsekwensinya.

Juga renungkanlah pahala yang besar pada setiap bacaan al Fatihah, bacaan ruku`ataupun bacaan-bacaan shalat lainnya. Renungkanlah pahala yang besar, di antaranya apabila imam mengucapkan 

غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ 

(bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai, bukan pula jalannya orang-orang yang sesat), maka para malaikat mengucapkan “Amiin”. Barangsiapa yang ucapan aminnya bersamaan dengan ucapan amin para malaikat, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Begitu pula renungkanlah pahala-pahala yang agung, serta keutamaan-keutamaan besar lainnya saat berdiri, duduk, dzikir-dzikir ruku’ dan sujud. Barangsiapa yang merenunginya, dia akan yakin dengan rahmat Allah, sesembahannya. 

Termasuk yang bisa mengantarkan kepada khusyu’, yaitu wasiat Rasulullah yang kekal : “Shalatlah dengan shalat orang yang akan berpisah (dengan dunia)”. 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X/1427H/2004M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Diangkat berdasarkan khuthbah Jum’at Syaikh Abdul Bari ats Tsubaiti di Masjid Nabawi, Madinah al Munawwarah, pada tanggal 16 Rajab 1426 H.

Antara Ketenangan Jiwa, Kedamaian Hati, Dan Sebuah Kebenaran


Antara Ketenangan Jiwa, Kedamaian Hati, Dan Sebuah Kebenaran
Abu Abdillah Arief B. bin Usman Rozali
Source: http://www.almanhaj.or.id/content/2893/slash/0
Pada zaman ini, banyak permasalahan yang dihadapi setiap manusia -dan secara khusus kaum Muslimin-, baik berkaitan dengan masalah lahir, batin, ataupun kejiwaan. Dari sini, muncullah berbagai ragam usaha untuk mengatasi problematika hidupnya. Tujuan utamanya, pada dasarnya hanya satu, yaitu; mendapatkan kepuasan hati, ketenteraman hidup, dan ketenangan jiwa.

Yang amat disayangkan, munculnya anggapan keliru karena ketidakpahaman atau karena belum mengerti, bahwa tidak semua hal yang mampu mendatangkan kepuasan, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa menunjukkan kebenaran sesuatu tersebut. Ya, kita bisa katakan, benar, memang sesuatu tersebut dapat mendatangkan kepuasan, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa. Namun permasalahannya, apakah semua hal yang bisa mendatangkan kepuasan, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa bisa dibenarkan secara syar’i? Jadi, yang dimaksud “benar” disini adalah, benar secara tinjauan dan hukum syar’i. Jika tidak demikian, kita akan menemukan betapa banyak praktek-praktek yang memang telah terbukti mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa orang. Sebagai contoh, sebutlah bersemedhi, bertapa, atau meditasi, atau terapi psikologis lainnya. Hal-hal tersebut memang terbukti mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa orang yang melakukannya [1]. Namun, apakah syariat Islam yang mulia dan sempurna ini membenarkannya? Atau minimal mengizinkannya? Atau; apakah kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa tersebut -jika memang terjadi- adalah hakiki dan abadi? Inilah permasalahannya. 

Al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,"Adapun di bawah derajat orang ini (yakni orang yang merasakan kelezatan dengan mengenal Allah dan bertaqarrub denganNya), maka sangatlah banyak, dan tidak bisa menghitung banyaknya kecuali Allah. Bahkan, sampai pada derajat orang (yang masih bisa merasakan kelezatan dengan) melakukan hal-hal yang sangat hina, hal-hal yang kotor dan menjijikan, baik berupa perkataan maupun perbuatan…”.[2]

Perkataan beliau ini menjelaskan, ternyata ada hal-hal yang memang terbukti mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa orang yang melakukannya, namun, tentu sangat berbeda derajat orang yang merasakan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa dengan cara bertaqarrub dan taat kepada Allah, dengan orang yang mencapainya tetapi dengan cara bermaksiat dan meninggalkan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Permasalahan ini, persis dengan seseorang yang mencari kesembuhan dari penyakit kronis yang dideritanya, sementara para dokter telah angkat tangan dari penyakitnya tersebut, lalu akhirnya, orang ini berobat ke dukun, kemudian sembuh. Maka, apakah kesembuhannya bisa ia jadikan dalil atas bolehnya berobat atau mendatangi dukun? Apakah kesembuhan yang ia dapati -dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala - menunjukkan bahwa dukun tersebut berada di atas al haq (baca : kebenaran)? Apakah kesembuhannya itu berasal dari cara yang dibenarkan oleh syariat? [3]

Sebagai seorang muslim -yang mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa memberikan taufiqNya- kita tentu tidak boleh ragu dan syak, bahwa kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa adalah salah satu sifat syariat Islam yang mulia dan sempurna ini. Itupun, harus dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat yang benar dalam beribadah. Yaitu, ikhlash hanya untuk Allah l semata, dan mutaba’atur rasul (mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam), sebagaimana yang telah banyak diterangkan oleh para ulama tentang masalah ini.[4]

Dari sekilas penjelasan di atas, kita bisa pahami, bahwa merupakan kekeliruan jika ada seseorang yang berkata “Segala sesuatu yang bisa mendatangkan dan menimbulkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa, maka hal itu boleh-boleh saja dilakukan, karena hal itu merupakan indikasi kebenaran sesuatu tersebut”. 

Di manakah letak kekeliruan perkataan ini? Kita katakan : “Memang, salah satu bukti benarnya sesuatu hal adalah timbulnya kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa pada si pelakunya. Dan ini merupakan salah satu sifat syariat Islam jika dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat yang benar dalam beribadah, sebagaimana telah diterangkan di atas. Namun, tidak semua yang bisa mendatangkan dan menimbulkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa sebagai sebuah kebenaran”.

Seandainya orang itu hanya berkata “Segala sesuatu yang bisa mendatangkan dan menimbulkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa boleh-boleh saja dilakukan,” hanya sampai disini saja, mungkin masih bisa kita benarkan. Itupun selama perbuatan tersebut tidak melanggar syariat. Karena segala sesuatu yang dilakukan, selama tidak berhubungan dengan permasalahan ibadah, dan selama tidak ada dalil yang melarangnya, maka hukum asalnya adalah boleh, sebagaimana telah diterangkan oleh para ulama dalam masalah ini.[5]

Permasalahannya, jika kita perhatikan dan pelajari secara lebih dalam, hal-hal yang bisa mendatangkan dan menimbulkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa yang banyak digemari orang saat ini, pada kenyataannya tidak mungkin dapat dipisahkan dari praktek ibadah, bahkan sangat berkaitan erat dengan masalah aqidah yang letaknya di dalam hati, sedangkan hati merupakan sumber dari kebaikan atau keburukan seseorang, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

...أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْـغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُـلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُـلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْـقَلْبُ .

"…Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila ia (segumpal daging) tersebut baik, baiklah seluruh jasadnya, dan apabila ia (segumpal daging) tersebut rusak (buruk), maka rusaklah (buruklah) seluruh jasadnya. Ketahuilah, segumpal daging tersebut adalah hati".[6] 

Oleh karena itu, jika ingin selamat dari hal-hal yang dapat merusak agama kita, bahkan dalam hal aqidah, hendaknya seorang muslim senantiasa berhati-hati dan waspada, serta penuh pertimbangan demi keselamatan agamanya, dan bertanya, apakah perbuatan yang hendak dilakukan untuk pencarian kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwanya bertentangan dengan aqidah? Ataukah bagaimana?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,"Karena hati itu diciptakan untuk diketahui kegunaannya, maka mengarahkan penggunaan hati (yang benar) adalah (dengan cara menggunakannya untuk) berfikir dan menilai…”. [7]

Berkaitan erat dengan permasalahan ini, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memberikan solusi bagi setiap muslim yang senantiasa ingin mendapatkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa yang hakiki dan abadi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram". [ar Ra’d/13 : 28].

Asy Syaikh Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al Badr -hafizhahullah- berkata,"…… Sesungguhnya al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah telah menyebutkan di dalam kitab beliau yang sangat berharga, al Wabil ash Shayyib sebanyak tujuh puluh sekian faidah dzikir. Dan di sini, kami akan sempurnakan untuk menyebutkan beberapa faidah dzikir lainnya, dari sekian banyak faidah yang telah beliau sebutkan di dalam kitabnya. Di antara faidah-faidah dzikir yang begitu agung, yaitu (dzikir) dapat mendatangkan kebahagiaan, kegembiraan, dan kelapangan bagi orang yang melakukannya, serta dapat melahirkan ketenangan dan ketenteraman di dalam hati orang yang melakukannya. Sebagaimana firman Allah…,” dan asy Syaikh membawakan ayat ke-28 surat ar Ra’d di atas.

Kemudian beliau kembali menjelaskan dan berkata,"Makna firman Allah (وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم) adalah hilangnya segala sesuatu (yang berkaitan dengan) kegelisahan dan kegundahan dari dalam hati, dan dzikir tersebut akan menggantikannya dengan rasa keharmonisan (ketentraman), kebahagiaan, dan kelapangan. Dan maksud firmanNya (أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ) adalah sudah nyata, dan sudah sepantasnya hati (manusia) tidak akan pernah merasakan ketentraman, kecuali dengan dzikir (mengingat) Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Bahkan, sesungguhnya dzikir adalah penghidup hati yang hakiki. Dzikir merupakan makanan pokok bagi hati dan ruh. Apabila (jiwa) seseorang kehilangan dzikir ini, maka ia hanya bagaikan seonggok jasad yang jiwanya telah kehilangan makanan pokoknya. Sehingga tidak ada kehidupan yang hakiki bagi sebuah hati, melainkan dengan dzikrullah (mengingat Allah). Oleh karena itu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata [9] : "Dzikir bagi hati, bagaikan air bagi seekor ikan. Maka, bagaimanakah keadaan seekor ikan jika ia berpisah dengan air?”[10]

Dari penjelasan yang begitu gamblang di atas, jelaslah sesungguhnya tidak ada penawar bagi orang yang hatinya gersang dan selalu gelisah, resah, dan gundah, melainkan hanya dengan dzikrullah.

Dzikrullah dapat dilakukan dengan dua cara, dengan mengingat Allah dan banyak berdzikir dengan bertasbih, bertahmid, bertahlil (mengucapkan Laa ilaha illallaah), ataupun bertakbir. Dan dengan memahami makna-makna al Qur`an dan hukum-hukumnya; karena di dalam al Qur`an terdapat dalil-dalil dan petunjuk-petunjuk yang jelas, serta bukti kebenaran yang nyata.[11]

Namun, yang amat disayangkan, masih banyak kaum Muslimin yang belum memahami hal ini. Bahkan, untuk mendapatkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa, justru mencari-cari solusi selainnya. Padahal kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa yang hakiki tidaklah mungkin dihasilkan melainkan hanya dengan dzikrullah.

Al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “…Sesungguhnya, hati tidak akan (merasakan) ketenangan, ketenteraman, dan kedamaian, melainkan jika pemiliknya berhubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala (dengan melakukan ketaatan kepadaNya)… sehingga, barangsiapa yang tujuan utama (dalam hidupnya), kecintaannya, rasa takutnya, dan ketergantungannya hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka ia telah mendapatkan kenikmatan dariNya, kelezatan dariNya, kemuliaan dariNya, dan kebahagiaan dariNya untuk selama-lamanya”. [12]

Penjelasan beliau ini, juga menujukkan pemahaman, bahwa jika seseorang meninggalkan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau bahkan bermaksiat kepadaNya, maka hatinya akan sempit, gersang, selalu gelisah, resah, dan gundah [13]. Adapun kemaksiatan yang terbesar adalah syirik, dan Allah tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik sampai ia bertaubat sebelum ia mati. (Lihat an Nisaa`/4 : 48 dan 116). Juga Allah berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى 

"Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta". [Thaha/20 : 124].

Salah satu penafsiran ulama tentang lafazh (مَعِيشَةً ضَنكاً) pada surat Thaha ayat ke-124 di atas adalah, kehidupan yang sangat sempit dan menyulitkan di dunia ini, disebabkan berpalingnya ia dari kitabullah dan dzikrullah. Ia akan merasakan kesempitan, kegelisahan, dan kepedihan-kepedihan lainnya dalam kehidupannya, dan itu adalah adzab secara umum.[14]

Adapun kadar kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa seseorang, itu sangat bergantung kepada sejauh mana kedekatannya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “Kelezatan (yang dirasakan oleh hati) setiap orang, bergantung pada sejauh mana keinginannya dalam mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan (keinginannya dalam meraih) kemuliaan dirinya. Orang yang paling mulia jiwanya, yang paling tinggi derajatnya dalam merasakan kelezatan (dalam hatinya), adalah (orang yang paling) mengenal Allah, yang paling mencintai Allah, yang paling rindu dengan perjumpaan denganNya, dan yang paling (kuat) mendekatkan dirinya kepadaNya dengan segala hal yang dicintai dan diridhai olehNya”. [15]

Itulah dzikrullah dan tha’atullah, sebagai kunci utama untuk membuka hati seseorang dalam merealisasikan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwanya. Sedangkan tingkatan tha’atullah yang paling tinggi dan agung adalah tauhidullah (mentauhidkan Allah). Dan (sebaliknya), tingkatan maksiat yang paling besar dosanya dan paling buruk akibatnya, adalah asy syirku billah (menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala). Dengan kata lain, orang yang paling berbahagia, tenteram, dan tenang jiwanya adalah seorang muslim yang bertauhid dan merealisasikan tauhidnya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan orang yang paling sengsara hidupnya di dunia ini, dan tidak merasakan kebahagiaan, ketenangan, dan ketenteraman jiwa yang hakiki dan abadi, adalah orang yang musyrik dan bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala [15]. 

Kemudian, adakah hal lainnya setelah dzikrullah dan tha’atullah yang secara khusus mampu mendatangkan kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwa seseorang? Jawabnya, ada. Yaitu shalat.

Hendaknya seorang mukmin menyibukkan dirinya untuk meraih kepuasan hati, ketenteraman hidup dan ketenangan jiwanya dengan melakukan shalat secara benar dan khusyu’. Dengan demikian, ia merasa tenang ketika berhadapan dengan Rabb-nya. Hatinya menjadi tenteram, lalu diikuti ketenangan dan ketenteraman tersebut oleh seluruh anggota tubuhnya. Dari sini, ia akan merasakan kedamaian hati dan ketenangan jiwa yang luar biasa. Dia memuji Rabb dengan segala macam pujian di dalam shalatnya. Bahkan, ia berkata kepada Rabb-nya إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan). Dia memohon kepada Rabb-nya segala kebutuhannya. Dan yang terpenting dari seluruh kebutuhannya adalah memohon untuk istiqamah (konsisten) di atas jalan yang lurus. Yang dengannya terwujudlah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dia pun berkata اِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ (Tunjukilah kami jalan yang lurus). Dia mengagungkan Rabb-nya saat ruku’ dan sujud, dan memperbanyak doa di dalam sujudnya.

Betapa indah dan agungnya komunikasi yang ia lakukan dengan Rabb-nya. Sebuah komunikasi yang sangat luar biasa, mampu menumbuhkan ketenteraman dan kedamaian jiwa, sekaligus menjauhkan dirinya dari segala macam kegelisahan, keresahan, dan kesempitan hati dan jiwanya. Maka, tidak perlu heran, jika shalat ini merupakan penghibur dan penghias hati Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

... وَجُعِلَتْ قُـرَّةُ عَـيْـنِيْ فِي الصَّـلاَةِ .

"…dan telah dijadikan penghibur (penghias) hatiku (kebahagiaanku) pada shalat".[17] 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah berkata kepada salah satu sahabatnya:

قُمْ يَا بِلاَلُ، فَـأَرِحْـنَا بِالصَّلاَةِ .

"Bangunlah wahai Bilal, buatlah kami beristirahat dengan (melakukan) shalat".[18]

Al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah, setelah menjelaskan hikmah-hikmah dan beberapa keistimewaan shalat, beliau berkata : “… Kemudian, disyariatkan baginya untuk mengulang-ulang raka’at ini satu per satu, sebagaimana disyariatkannya mengulang-ulang (lafazh) dzikir dan doa satu per satu. Hal itu agar ia mempersiapkan dirinya dengan raka’at yang pertama tadi, untuk menyempurnakan raka’at yang berikutnya. Sebagaimana raka’at yang kedua untuk menyempurnakan raka’at yang pertama. Semuanya itu bertujuan untuk memenuhi hatinya dengan makanan (rohani) ini, dan mengambil bekal darinya untuk mengobati penyakit yang ada dalam hatinya. Karena sesungguhnya kedudukan shalat terhadap hati, bagaikan kedudukan makanan dan obat terhadapnya… Maka, tidak ada satu pun yang mampu menjadi makanan dan bagi hatinya, selain shalat ini. Maksudnya, (fungsi) shalat dalam menyehatkan dan menyembuhkan hati, seperti (fungsi) makanan pokok dan obat-obatan terhadap badannya".[19]

Dr. Hasan bin Ahmad bin Hasan al Fakki berkata,"Tatkala shalat dijadikan sebagai pembangkit ketenangan dan ketenteraman (jiwa), serta sebagai terapi psikologis, maka, tidak mengherankan jika sebagian dokter jiwa menganggapnya sebagai terapi utama dalam penyembuhan para pasien penyakit jiwa. Salah seorang di antara mereka ada yang mengatakan, sepertinya shalat ini salah satu terapi yang mampu mendatangkan kehangatan jiwa manusia. Sesungguhnya shalat bisa menjauhkan dirimu dari segala kesibukan yang membuatmu gundah dan resah. Shalat ini pun mampu membuatmu merasa tidak menyendiri dalam hidup ini. Mampu membuatmu merasakan bahwa Allah menyertaimu. Shalat pun ternyata mampu memberimu kekuatan dalam bekerja, yang sebelumnya dirimu tidak mampu berbuat apa-apa. Maka, pergilah ke kamar tidurmu! Lalu, mulailah melakukan shalat untuk menghadap Rabb-mu”.[20]

Demikianlah, sehingga memang shalat yang benar dan khusyu’, pasti akan melahirkan ketenteraman jiwa dan kedamaian hati. Bukan seperti shalat yang dilakukan oleh orang-orang Nashrani, yang telah disifatkan oleh al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah sebagai sebuah shalat yang pembukaannya adalah kenajisan, takbiratul ihramnya dengan bersalib di wajah, qiblatnya sebelah timur, syi’arnya adalah kesyirikan, (maka) bagaimana hal ini tersembunyi bagi orang berakal, bahwa hal ini sesuatu yang memang tidak pernah dibenarkan oleh satu syariat manapun? [21]

Dr. Hasan bin Ahmad bin Hasan al Fakki kembali menjelaskan : “Adapun sebuah shalat yang permulaannya adalah pengagungan dan pemuliaan terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan shalat ini mengandung firmanNya, pujian dan pengagungan kepadaNya, rasa tunduk yang sempurna si pelakunya kepada Rabbnya, maka tidak ragu lagi, shalat seperti inilah yang mampu menjadi perantara seorang hamba dalam berkomunikasi dengan Rabb-nya. Shalatnya ini bermanfaat baginya untuk memohon kepada Rabb agar (Dia) membebaskan dari segala kesulitan. Di samping itu, ia pun akan mendapatkan manfaat dan pahala yang besar di akhirat, serta kemenangan dengan mendapatkan ridha ar Rahman (Allah Subhanahu wa Ta'ala). Dan kiaskanlah terhadap shalat ini seluruh ketaatan hamba terhadap Rabb-nya. Sungguh agama Islam adalah sebuah manhaj (metode, tata cara dan pola hidup) yang sempurna, yang sangat adil. Menjamin setiap orang bisa mencapai hidup bahagia di dunia dan akhirat. Dan ini sebagai sebuah kemenangan yang besar”.[22]

Demikianlah, mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, bisa menambah iman, ilmu, dan amal shalih kita. Wallahu a’lam bish shawab.

Maraji’ & Mashadir:
1. Al Qur`an dan terjemahnya, Cetakan Mujamma’ Malik Fahd, Saudi Arabia. 
2. Shahih al Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin al Mughirah al Bukhari (194-256 H), Tahqiq Musthafa Dib al Bugha, Daar Ibni Katsir, al Yamamah, Beirut, Cetakan III, Tahun 1407 H/1987 M. 
3. Shahih Muslim, Abu al Husain Muslim bin Hajjaaj al Qusyairi an Naisaburi (204-261 H), Tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi, Daar Ihya at Turats, Beirut. 
4. Sunan Abi Daud, Abu Daud Sulaiman bin al Asy’ats As Sijistani (202-275 H), Tahqiq Muhammad Muhyiddin Abdul Hamid, Daar al Fikr. 
5. Sunan an Nasa-i (al Mujtaba), Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib an Nasa-i (215-303 H), Tahqiq Abdul Fattah Abu Ghuddah, Maktab al Mathbu’at, Halab, Cetakan II, Tahun 1406 H/1986M. 
6. Musnad al Imam Ahmad, Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal asy Syaibani (164-241 H), Mu’assasah Qurthubah, Mesir. 
7. Risalah fii al Qalbi wa Annahu Khuliqa li Yu’lama bihi al Haqqu wa Yusta’malu fiima Khuliqa Lahu, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (661-728 H), Tahqiq Salim bin ‘Id al Hilali, Daar Ibn al Jauzi, Dammam, KSA, Cet. I, Th. 1411 H/1990 M. 
8. Ighatsatul Lahfaan fi Mashayid asy Syaithan, Syamsuddin Ibnu Qayyim al Jauziyah (751 H), Takhrij Muhammad Nashiruddin al Albani (1332-1420 H), Tahqiq Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al Halabi al Atsari, Daar Ibn al Jauzi, Dammam, KSA, Cetakan I, Tahun 1424 H. 
9. Ad Daa’u wa ad Dawaa’ (al Jawab al Kafi liman sa-ala ‘an ad Dawaa’ asy Syafi), Syamsuddin Ibnu Qayyim al Jauziyah (751 H), Tahqiq Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al Halabi al Atsari, Daar Ibn al Jauzi, Dammam, KSA, Cetakan VI, Tahun 1423 H. 
10. Syifa-ul ‘Alil fi Masa-il al Qadha-i wa al Qadar wa al Hikmah wa at Ta’lil, Syamsuddin Ibnu Qayyim al Jauziyah (751 H), Tahqiq Khalid Abdullathif as Sab’u al Alami, Daar al Kitab al ‘Arabi, Beirut, Libanon, Cetakan II, Tahun 1417 H/1997 M. 
11. Al Wabil ash Shayyib, Syamsuddin Ibnu Qayyim al Jauziyah (751 H), Tahqiq Muhammad Abdurrahman ‘Awadh, Daar al Kitab al ‘Arabi, Beirut, Libanon, Cetakan VI, Tahun 1417 H/1996 M. 
12. Fawa-id al Fawa-id, Syamsuddin Ibnu Qayyim al Jauziyah (751 H), Tartib dan Takhrij Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al Halabi al Atsari, Daar Ibn al Jauzi, Dammam, KSA, Cetakan V, Tahun 1422 H. 
13. Taisir al Karim ar Rahman fi Tafsiri Kalami al Mannan, Abdurrahman bin Nashir as Sa’di, Tahqiq Abdurrahman bin Mu’alla al Luwaihiq, Daar as Salam, Riyadh, KSA, Cetakan I, Tahun 1422 H/2001 M. 
14. Shahih Sunan Abi Daud, Muhammad Nashiruddin al Albani (1332-1420 H), Maktabah al Ma’arif, Riyadh. 
15. Shahih Sunan an Nasa-i, Muhammad Nashiruddin al Albani (1332-1420 H), Maktabah al Ma’arif, Riyadh. 
16. Shahih al Jami’ ash Shaghir, Muhammad Nashiruddin al Albani (1332-1420 H), al Maktab al Islami. 
17. As Silsilah as Shahihah, Muhammad Nashiruddin al Albani (1332-1420 H), Maktabah al Ma’arif, Riyadh. 
18. Al Qaul al Mufid ‘ala Kitab at Tauhid, Muhammad bin Shalih al Utsaimin (1421 H), Daar Ibn al Jauzi, Dammam, KSA, Cetakan III, Tahun 1419 H/1999 M. 
19. ‘Ilmu Ushuli al Bida’, Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid al Halabi al Atsari, Daar ar Rayah, Riyadh, KSA, Cetakan II, Tahun 1417 H. 
20. Fiqh al Ad’iyah wa al Adzkar, Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al Badr, Daar Ibn ‘Affan, Riyadh, KSA, Th. 1419 H. 
21. Sittu Durar min Ushuli Ahlil Atsar, Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani al Jazairi, Mathabi’ al Humaidhi, KSA, Cetakan II, Tahun 1420 H. 
22. Ahkam al Adwiyah Fi asy Syari’ati al Islamiyyah, Dr. Hasan bin Ahmad bin Hasan al Fakki, Taqdim Syaikh Dr. Muhammad bin Nashir bin Sulthan as Suhaibani, Maktabah Daar al Minhaj, Riyadh, Cetakan I, Tahun 

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Lihat Ahkam al Adwiyah fii asy Syari’ah al Islamiyah, hlm. 525-539.
[2]. Lihat Fawa-id al Fawa-id, hlm. 367.
[3]. Lihat permasalahan ini di kitab al Qaul al Mufid ‘ala Kitab at Tauhid (1/531-552), dan yang setelahnya.
[4]. Lihat -contohnya- kitab Sittu Durar min Ushuli Ahli al Atsar, hlm. 13 dan 65.
[5]. Lihat ‘Ilmu Ushuli al Bida’, hlm. 69 dan 211.
[6]. HR al Bukhari (1/28 no. 52), Muslim (3/1219 no. 1599), dan lain-lain, dari hadits an Nu’man bin Basyir g .
[7]. Lihat Risalah fii al Qalbi wa Annahu Khuliqa li Yu’lama bihi al Haqqu wa Yusta’malu fiima Khuliqa lahu, hlm. 16.
[8]. Lihat al Wabil ash Shayyib, hlm. 61-111.
[9]. Sebagaimana yang dinukil oleh muridnya di dalam kitab al Wabil ash Shayyib, hlm. 63.
[10]. Lihat Fiqh al Ad’iyah wa al Adzkar (1/17-18).
[11]. Lihat penjelasan ini dalam kitab Taisir Karim ar Rahman fi Tafsir Kalam al Mannan (1/1059-1060).
[12]. Lihat Fawa-id al Fawa-id, hlm. 24.
[13]. Sesungguhnya dampak negatif dan pengaruh buruk dari perbuatan maksiat sangatlah banyak. Al Imam al ‘Allamah Ibnul Qayyim t menerangkan secara khusus dengan panjang lebar tentang hal ini dalam kitab beliau, ad Daa’u wa ad Dawaa’ atau dengan nama lain al Jawab al Kafi liman sa-ala ‘an ad Dawaa’ asy Syafi (85-170).
[14]. Lihat Taisir Karim ar Rahman fi Tafsir Kalam al Mannan (2/74-75).
[15]. Lihat Fawa-id al Fawa-id, hlm. 376.
[16]. Lihat permasalahan ini di kitab al Qaul al Mufid ‘ala Kitab at Tauhid (1/60-145), dan yang setelahnya, tentang keutamaan orang yang merealisasikan tauhid dan takut terjerumus ke dalam kesyirikan. 
[17]. HR an Nasa-i (7/61 no. 3939-3940), Ahmad (3/128 no. 12315-12316, 3/199 no. 13079, 3/285 no. 14069), dan lain-lain dari hadits Anas z . Dan hadits ini dishahihkan oleh asy Syaikh al Albani t dalam Shahih Sunan an Nasa-i, Shahih al Jami’ (3124), dan as Silsilah ash Shahihah (3/98 dan 4/424).
[18]. HR Abu Dawud (4/296 no. 4986). Dan hadits ini dishahihkan oleh asy Syaikh al Albani t dalam Shahih Sunan Abi Dawud.
[19]. Lihat Syifa-ul ‘Alil fi masa-il al Qadha-i wa al Qadar wa al Hikmah wa at Ta’lil, hlm. 396.
[20]. Lihat Ahkam al Adwiyah fii asy Syari’ah al Islamiyah, hlm. 549-550.
[21]. Lihat Ighatsatul Lahfaan fi Mashayid asy Syaithan (2/1052).
[22]. Lihat Ahkam al Adwiyah fii asy Syari’ah al Islamiyah, hlm. 550.

Kamis, 11 November 2010

PROSES PENCIPTAAN MANUSIA DAN DITETAPKANNYA AMALAN HAMBA

PROSES PENCIPTAAN MANUSIA DAN DITETAPKANNYA AMALAN HAMBA
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin 'Abdul Qadir Jawas:
Source:http://www.almanhaj.or.id/content/2884/slash/0

عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قالَ: حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ: إنَّ أَحَدَكُم يُجْمَعُ خلقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ، وَأَجَلِهِ، وَعَمَلِهِ، وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ، فَوَاللهِ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ غُيْرُهُ، إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ، فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا. (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)

Dari Abu ‘Abdir-Rahman ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menuturkan kepada kami, dan beliau adalah ash-Shadiqul Mashduq (orang yang benar lagi dibenarkan perkataannya), beliau bersabda,"Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah (bersatunya sperma dengan ovum), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula. Kemudian menjadi mudhghah (segumpal daging) seperti itu pula. Kemudian seorang Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya. Maka demi Allah yang tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dirinya dengan surga hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka dengan itu ia memasukinya. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalian beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga jarak antara dirinya dengan neraka hanya tinggal sehasta, tetapi catatan (takdir) mendahuluinya lalu ia beramal dengan amalan ahli surga, maka dengan itu ia memasukinya". [Diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim]

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh
1. Imam al Bukhari dalam Shahih-nya, pada kitab Bada-ul Khalq, Bab Dzikrul Mala-ikah (no. 3208), kitab Ahaditsul Anbiya` no. 3332. Lihat juga hadits no. 6594 dan 7454.
2. Imam Muslim dalam Shahih-nya, pada kitab al Qadar no. 2643.
3. Imam Abu Dawud no. 4708.
4. Imam at-Tirmidzi no. 2138.
5. Imam Ibnu Majah no. 76.

SYARAH (PENJELASAN) HADITS
Hadits ini mengandung beberapa pelajaran berharga, sebagai berikut:

1. Tahapan Penciptaan Manusia.
Dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan tentang awal penciptaan manusia di dalam rahim seorang ibu, yang berawal dari nuthfah (bercampurnya sperma dengan ovum), ‘alaqah (segumpal darah), lalu mudhghah (segumpal daging). Allah Ta’ala berfirman:

"Hai manusia, kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur); maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepadamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai pada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah" [al Hajj/22:5]

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan tentang tahapan penciptaan manusia di dalam rahim seorang ibu. Oleh karena itu, apabila ada seseorang yang ragu tentang dibangkitkannya manusia dari kuburnya dan ragu tentang dikumpulkannya manusia di padang Mahsyar pada hari Kiamat, maka Allah memerintahkan untuk mengingat dan melihat bagaimana seorang manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, Dia mengembalikan manusia (dari mati menjadi hidup kembali) lebih mudah daripada menciptakannya.
Juga firman-Nya:

"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat" [al Mu’minun/23:12-16].

Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan bahwa Adam -manusia pertama-diciptakan dari saripati tanah, kemudian manusia-manusia sesudahnya diciptakan-Nya dari setetes air mani.

Adapun tahapan penciptaan manusia di dalam rahim adalah sebagai berikut:
Pertama. Allah menciptakan manusia dari setetes air mani yang hina yang menyatu dengan ovum, Allah Ta’ala berfirman:

ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِن سُلَالَةٍ مِّن مَّاءٍ مَّهِينٍ ٣٢:٨

"Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). [as-Sajdah/32:8]

أَلَمْ نَخْلُقكُّم مِّن مَّاءٍ مَّهِينٍ ٧٧:٢٠

"Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina". [al Mursalat/77:20].

خُلِقَ مِن مَّاءٍ دَافِقٍ يَخْرُجُ مِن بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ

"Dia diciptakan dari air yang terpancar (yaitu mani). Yang keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan". [ath-Thariq/86: 6-7].

Bersatunya air mani (sperma) dengan sel telur (ovum) di dalam rahim ini disebut dengan nuthfah.

Kedua : Kemudian setelah lewat 40 hari, dari air mani tersebut, Allah menjadikannya segumpal darah yang disebut ‘alaqah.

خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ٩٦:٢

"Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah". [al ‘Alaq/96:2].

Ketiga : Kemudian setelah lewat 40 hari -atau 80 hari dari fase nuthfah- fase ‘alaqah beralih ke fase mudhghah, yaitu segumpal daging. Allah Ta’ala berfirman:

ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِن مُّضْغَةٍ مُّخَلَّقَةٍ

"Kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna". [al Hajj/22:5].

ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ ٢٣:١٤

"Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik". [al Mu’minun/23:14].

Keempat : Kemudian setelah lewat 40 hari -atau 120 hari dari fase nuthfah- dari segumpal daging (mudhghah) tersebut, Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan daging yang bertulang, dan Dia memerintahkan malaikat untuk meniupkan ruh padanya serta mencatat empat kalimat, yaitu rizki, ajal, amal dan sengsara atau bahagia. Jadi, ditiupkannya ruh kepada janin setelah ia berumur 120 hari.

2. Peniupan Ruh.
Para ulama sepakat, bahwa ruh ditiupkan pada janin ketika janin berusia 120 hari, terhitung sejak bertemunya sel sperma dengan ovum. Artinya, peniupan tersebut ketika janin berusia empat bulan penuh, masuk bulan kelima. Pada masa inilah segala hukum mulai berlaku padanya. Karena itu, wanita yang ditinggal mati suaminya menjalani masa ‘iddah selama empat bulan sepuluh hari, untuk memastikan bahwa ia tidak hamil dari suaminya yang meninggal, agar tidak menimbulkan keraguan ketika ia menikah lagi lalu hamil.

Ruh adalah sesuatu yang membuat manusia hidup dan ini sepenuhnya urusan Allah, sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya, yang artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “ruh itu termasuk urusan tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". [al Isra`/17:85]

3. Wajibnya Beriman Kepada Qadar.
Hadits ini menunjukkan, bahwa Allah Subahanhu wa Ta'ala telah mentakdirkan nasib manusia sejak di alam rahim. Pada hakikatnya, Allah telah mentakdirkan segala sesuatu sejak 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

كَتَبَ اللهُ مَقَادِيْرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ بِخَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ.

"Allah telah mencatat seluruh takdir makhluk lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi" [1].

Kemudian di alam rahim, Allah Ta’ala pun memerintahkan malaikat untuk mencatat kembali empat kalimat, yaitu rizki, ajal, amal, sengsara atau bahagia.

- Rizki.
Allah Yang Maha Pemurah telah menetapkan rizki bagi seluruh makhluk-Nya, dan setiap makhluk tidak akan mati apabila rizkinya belum sempurna. Allah Ta’ala berfirman:

"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)".[Hud/11:6].

"Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rizkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rizki kepadanya juga kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [al Ankabut/29:60].

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَوْفِي رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ خُذُوْا مَا حَلَّ وَدَعُوْا مَا حَرُمَ.

"Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam mencari nafkah. Karena sesungguhnya seseorang tidak akan mati hingga sempurna rizkinya. Meskipun (rizki itu) bergerak lamban. Maka, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam mencari nafkah, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram".[2]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan penjelasan tentang rizki ini dengan perumpamaan yang sangat mudah dipahami, dan setiap orang hendaknya dapat mengambil pelajaran darinya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ؛ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا.

"Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Dia akan memberi kalian rizki sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung, yang pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang".[3]

Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berjalan mencari maisyah (pekerjaan/usaha) untuk mendapatkan rizki. Allah Ta’ala berfirman:

"Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan". [al-Mulk/67:15].

Rizki akan mengejar manusia, seperti maut yang mengejarnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda:

إِنَّ الرِّزْقَ لَيَطْلُبُ الْعَبْدَ كَمَا يَطْلُبُهُ أَجَلُهُ.

"Sesungguhnya rizki akan mengejar seorang hamba seperti ajal mengejarnya".[4]

- Ajal.
Allah Maha Kuasa untuk menghidupkan makhluk, mematikan, dan membangkitkannya kembali. Dan setiap makhluk tidak mengetahui berapa jatah umurnya, juga tidak mengetahui kapan serta dimana akan dimatikan oleh Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:

"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur". [ali ‘Imran/3:145]

Ajal makhluk Allah sudah tercatat, tidak dapat dimajukan atau diundurkan. Allah Ta’ala berfirman:

"Tiap-tiap umat mempunyai ajal (batas waktu); maka apabila telah datang waktu (ajal)nya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun, dan tidak dapat (pula) memajukannya". [al A’raf/7: 34].

-Amal.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mencatat amal-amal setiap makhluk-Nya, baik dan buruknya. Akan tetapi setiap makhluk Allah pasti akan beramal, amal baik atau pun amal buruk. Dan Allah dan Rasul-Nya memerintahkan para hamba-Nya untuk beramal baik.

- Celaka atau Bahagia.
Yang dimaksud “celaka” dalam hadits ini ialah, orang yang celaka dengan dimasukkannya ke neraka. Sedangkan yang dimaksud “bahagia”, yaitu orang yang sejahtera dengan dimasukkannya ke dalam surga. Hal ini telah tercatat sejak manusia berusia 120 hari dan masih di dalam rahim, yaitu apakah ia akan menjadi penghuni neraka atau ia akan menjadi penghuni surga. Akan tetapi, “celaka” dan “bahagia” seorang hamba tergantung dari amalnya selama hidupnya.

Tentang keempat hal tersebut, tidak ada seorang pun yang mengetahui hakikatnya. Oleh karenanya, tidak boleh bagi seseorang pun enggan untuk beramal shalih, dengan alasan bahwa semuanya telah ditakdirkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Memang benar, bahwa Allah telah mentakdirkan akhir kehidupan setiap hamba, namun Dia Yang Maha Bijaksana juga menjelaskan jalan-jalan untuk mencapai kebahagiaan. Sebagaimana Allah Yang Maha Pemurah telah mentakdirkan rizki bagi setiap hamba-Nya, namun Dia juga memerintahkan hamba-Nya keluar untuk mencarinya.

Apabila ada yang bertanya, untuk apalagi kita beramal jika semuanya telah tercatat (ditakdirkan)?

Maka, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan hal ini ketika menjawab pertanyaan Sahabat Suraqah bin Malik bin Ju’syum Radhiyallahu 'anhu. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اِعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ، أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ.

"Beramallah kalian, karena semuanya telah dimudahkan oleh Allah menurut apa yang Allah ciptakan atasnya. Adapun orang yang termasuk golongan orang-orang yang berbahagia, maka ia dimudahkan untuk beramal dengan amalan orang-orang yang berbahagia. Dan adapun orang yang termasuk golongan orang-orang yang celaka, maka ia dimudahkan untuk beramal dengan amalan orang-orang yang celaka".[5]

Orang yang beramal baik, maka Allah akan memudahkan baginya untuk menuju surga. Begitu pun orang yang beramal keburukan, maka Allah akan memudahkan baginya untuk menuju neraka. Hal ini menunjukkan tentang kesempurnaan ilmu Allah, juga sempurnanya kekuasaan, qudrah dan iradah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Meskipun setiap manusia telah ditentukan menjadi penghuni surga atau menjadi penghuni neraka, namun setiap manusia tidak dapat bergantung kepada ketetapan ini, karena setiap manusia tidak ada yang mengetahui apa-apa yang dicatat di Lauhul Mahfuzh. Kewajiban setiap manusia adalah berusaha dan beramal kebaikan, serta banyak memohon kepada Allah agar dimasukkan ke surga.

Meskipun setiap manusia telah ditakdirkan oleh Allah Ta’ala demikian, akan tetapi Allah tidak berbuat zhalim terhadap hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

مَّنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ۗ وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ ٤١:٤٦

"Barangsiapa yang mengerjakan amal yang shalih, maka (pahala-nya) untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang berbuat jahat, maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba(Nya)". [Fushshilat/41:46].

Setiap manusia diberi oleh Allah berupa keinginan, kehendak, dan kemampuan. Manusia tidak majbur (dipaksa oleh Allah). Allah Ta’ala berfirman:

لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ ٨١:٢٨
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ ٨١:٢٩

"(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam". [at-Takwir/:28-29].

Orang yang ditakdirkan oleh Allah untuk menuju surga, maka dia pun akan dimudahkan oleh Allah untuk melakukan amalan-amalan shalih. Begitu juga orang yang ditakdirkan oleh Allah untuk menuju neraka, maka dia pun dimudahkan oleh Allah untuk melakukan amalan-amalan kejahatan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XI/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

Senin, 08 November 2010

Kepada Siapa Hati Kita Bergantung ?


Kepada Siapa Hati Kita Bergantung ?
posted in Aqidah & Manhaj 

“Mbah, permisi ya!” Kata-kata ini atau yang semakna ini acap kali terdengar ketika seseorang menginjakkan kakinya di wilayah yang kelihatannya jarang dikunjungi oleh makhluk yang bernama manusia. Atau sebagai kata-kata yang sering dilontarkan ketika melewati sebuah jalan tertentu yang diyakini seandainya mereka yang lewat tidak mengucapkannya maka sangat dikhawatirkan malapetaka akan menimpanya.

Ritual penyembelihan ayam hitam juga kerap dilakukan dalam rangka menolak bala. Tempat yang sering terjadi musibah di situ mesti dicucuri darah ayam hitam ini. Tentu saja dengan keyakinan dan harapan angka kecelakaan bisa hilang atau diminimalisir. Begitu juga upacara-upacara yang mempersembahkan sesajen-sesajen lengkap dengan kepala kerbaunya kepada para “penguasa” alam ini. Mulai dari “penguasa” hutan, gunung, laut, kampung, dusun, kota, hingga kepada “penguasa” jalan. Jimat-jimat, rajah-rajah dan berbagai macam bentuk simbol keberuntungan juga banyak menghiasai rumah, toko, pabrik, kantor, tubuh, dan lain sebagainya, seraya berharap keberuntungan selalu mendampingi usaha mereka.

Tak bisa diingkari lagi bahwa fenomena ini memang terjadi di tengah-tengah kita. Bahkan dengan jumlah yang tidak sedikit. Seseorang yang paling berpendidikan sekalipun kadang tak luput dari hal-hal yang demikian. Mereka yang terdidik untuk berpikir secara rasional ternyata kerasionalan itu hilang begitu saja ketika berhadapan dengan hal yang demikian. Kenapa ini bisa terjadi?

Ini terjadi karena adanya ketergantungan dan keterkaitan hati terhadap hal-hal yang diyakini tersebut. Ketika seseorang permisi -untuk melalui suatu jalan atau mendatangi suatu tempat asing- kepada yang dianggap berkuasa di tempat itu maka sesungguhnya itu terjadi karena adanya ketergantungan dan keterkaitan hati orang tersebut dengan sesuatu tadi. Dengan adanya ketergantungan dan keterkaitan hati ini dia berkeyakinan bahwa sesuatu itu akan melindungi dia. Dia sandarkan nasibnya kepada sesuatu tersebut. Inilah yang terjadi. Lalu bagaimana Islam menghukumi terhadap hal-hal yang demikian?

Islam mengajarkan agar seseorang hanya menggantungkan dan mengaitkan hatinya kepada ALLAH semata. ALLAH-lah yang telah menciptakannya. ALLAH jua yang mengarunainya rezeki. ALLAH yang mengatur alam ini. ALLAH yang menguasai jagat raya ini. ALLAH yang berkuasa atas segala sesuatu. ALLAH yang melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. ALLAH Dzat yang Maha Mendengar. ALLAH Dzat yang Maha Melihat. ALLAH Dzat yang Maha Mengetahui. ALLAH yang mengabulkan permintaan dan permohonan hamba-Nya. ALLAH yang memberi manfa’at dan madhorot. ALLAH dengan segala kesempurnaan dzat dan sifat-sifat-Nya. Sungguh amat pantas dan memang sudah semestinyalah bagi seseorang untuk menggantungkan dan mengaitkan hatinya hanya kepada ALLAH semata, Dzat yang Maha Sempurna.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ

Barang siapa yang bergantung kepada sesuatu maka dia serahkan kepadanya (HR. Tirmidzi dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albany rahimahullah)

Yaitu barang siapa yang bergantung kepada sesuatu dan menjadikannya sebagai tujuan, sehingga dia menggantungkan harapan kepadanya dan menjadikannya sebagai penghilang rasa takutnya, maka dia akan menyerahkan dirinya kepada sesuatu tersebut dan akan bersandar kepadanya. Begitu pula, apabila seseorang hanya bergantung kepada ALLAH, maka dia akan menjadikan ALLAH sebagai tujuannya, dia gantungkan harapannya kepada-Nya, dan ALLAH-lah yang menghilangkan rasa takut yang ada pada dirinya. Dia serahkan dan sandarkan dirinya, hanya kepada ALLAH Ta’ala.

Sebaliknya, apabila dia bergantung kepada sesuatu selain ALLAH, maka dia akan berserah diri dan menyandarkan dirinya kepada sesuatu tersebut. Dan ini adalah salah satu bentuk kesyirikan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

Barang siapa yang menggantungkan jimat maka dia telah berbuat syirik” (HR. Imam Ahmad)

Seseorang yang menggantungkan jimat dalam rangka mengangkat malapetaka atau melindungi diri dari musibah berarti dia telah menggantungkan hatinya kepada jimat tersebut. Berarti pula dia telah menyandarkan dirinya dan hatinya kepada jimat tersebut. Dia berkeyakinan bahwa jimat itu bisa melindungi dia dari mara bahaya. Padahal tidak ada yang bisa melindungi dia dari mara bahaya kecuali اللّهُ Ta’ala. Karena itu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menghukumi bahwa orang yang demikian telah berbuat syirik. Kenapa? Karena hatinya sudah bergantung dan bersandar kepada selain ALLAH, dan ini sangat bahaya.

Bahaya? Ya, karena syirik adalah dosa besar yang tidak terampuni. Selain itu, orang yang menyandarkan hatinya tidak kepada ALLAH, maka hatinya akan menjadi lemah. Coba orang yang seperti ini dijauhkan dari jimatnya. Atau larang dia untuk mengucapkan kata “permisi” kepada “penunggu” kawasan. Atau cegah dia dari penyembelihan ayam hitam. Atau larang dia untuk mempersembahkan sesajen. Apa yang akan terjadi? Hatinya akan gelisah, resah, takut bahwa mara bahaya akan menimpanya. Khawatir keberuntungan tidak akan menyapanya. Cemas, harapannya tidak bisa terwujud. Apakah hati yang seperti ini bisa dikatakan sebagai hati yang kuat? Atau sebagai hati yang sehat? Bahkan sebaliknya, yang seperti ini adalah hati yang lemah dan sakit.

Hati yang sehat dan kuat adalah hati yang bertawakal hanya kepada ALLAH.

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

(Artinya: “Barang siapa yang bertawakkal hanya kepada ALLAH, maka ALLAH cukup baginya” )

(Ath Tholaq: 3)

Hati yang sehat dan kuat adalah hati yang bersandar hanya kepada ALLAH.

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

(Artinya:”Cukup bagi kami Allah dan sebaik-baik tempat penyerahan diri“) (Ali Imran:173)

Hati yang sehat dan kuat adalah hati yang meminta pertolongan hanya kepada ALLAH.

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

(Artinya: “Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan” ) (Al Fatihah: 5)

Hati yang sehat dan kuat adalah hati yang berlindung hanya kepada ALLAH.

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ

(Artinya:“Katakanlah (-wahai Muhammad-): “Aku berlindung kepada Rabbnya Manusia”)
(An-Naas: 1)

Hati yang sehat dan kuat adalah hati yang takut hanya kepada ALLAH.

فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

(Artinya: “Maka janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah hanya kepada-Ku, jika kalian orang-orang yang beriman.“) (Ali Imran:175)

Hati yang sehat dan kuat adalah hati yang bergantung hanya kepada ALLAH saja.

Ketahuilah, ketergantungan hati kepada selain Allah

Ta’ala ada beberapa macam:

1. Ketergantungan hati yang menyebabkan sirnanya nilai tauhid secara keseluruhan, yaitu dia bergantung kepada sesuatu yang sebenarnya tidak mempunyai pengaruh sama sekali, dan bersandar kepadanya, yang menyebabkan dia berpaling dari ALLAH Ta’ala. Seperti; ketergantungan para penyembah kuburan terhadap para penghuninya -untuk melepaskannya dari musibah-musibah yang menimpanya-. Oleh karena itu, jika mereka menemui mara bahaya yang dahsyat, mereka akan mengatakan, “Wahai fulan, selamatkanlah kami!” Yang demikian ini -tidak diragukan lagi adalah kesyirikan yang besar, yang mengeluarkan seseorang dari Islam.

2. Ketergantungan hati yang melenyapkan kesempurnaan tauhid. Yaitu, ketika seseorang bersandar kepada sebab-sebab yang dibolehkan oleh syari’at ini, akan tetapi dia lalai terhadap yang menciptakan sebab-sebab tersebut, yaitu ALLAH ‘Azza wa Jalla, dan dia tidak memalingkan hatinya kepada-Nya. Dan ini adalah salah satu bentuk kesyirikan. Tetapi tidak dikatakan syirik besar, karena sebab-sebab ini memang telah ALLAH jadikan sebagai sebab.

3. Dia bergantung dengan sebab semata-semata hanya karena itu sebagai sebab saja. Sementara penyandaran asalnya masih hanya kepada ALLAH Ta’ala. Maka dia berkeyakinan bahwa sebab ini adalah dari ALLAH Ta’ala, dan bahwasanya ALLAH -kalau Dia menghendaki akan menghilangkan pengaruhnya atau membiarkannya-. Dan dia berkeyakinan, bahwasanya sebab tersebut tidak akan memiliki pengaruh kecuali dengan kehendak ALLAH Ta’ala. Yang demikian itu
tidaklah mengurangi sama sekali kesempurnaan tauhidnya.

Lihatlah akhir dari keadaan seseorang yang menggantungkan hatinya kepada selain ALLAH. Akhir yang menakutkan dan mengerikan. Akhir yang penuh dengan risiko dan mara bahaya. Siapakah kiranya -orang berakal- yang menginginkan hatinya menjadi lemah. Siapa juga yang sudi hatinya menjadi sakit. Bahkan akhirnya terjatuh ke dalam jurang kesyirikan yang sangat berbahaya.

Jika seseorang terjatuh ke dalamnya, hanya dengan rahmat ALLAH serta taufiq-Nya sajalah dia biasa bangkit dan selamat dari jurang tersebut. Tanpa itu, mustahil seseorang akan selamat.

Sudah saatnya bagi kita untuk bercermin, kemudian berkata;

Kepada siapa selama ini hati ini aku gantungkan? Kepada siapa selama ini hati ini aku sandarkan? Kepada siapa selama ini jiwa ini aku serahkan? Kepada-Mu kah ya ALLAH, atau kepada jimat-jimat yang tergantung indah? Atau kepada para “penguasa” alam tersebut yang katanya bisa melindungi? Atau kepada secuil pekerjaan yang menjanjikan? Atau kepada mereka yang katanya akan menjamin kebahagiaan hidupku? Atau, kepada siapakah?

Ya ALLAH, jadikanlah kami orang-orang yang hanya bertawakal kepada-Mu.

Ya ALLAH, jadikanlah kami orang-orang yang selalu bersandar kepada-Mu.

Ya ALLAH, jadikanlah kami orang-orang yang berserah diri kepada-Mu.

Ya ALLAH, jadikanlah kami orang-orang yang menggantungkan hatinya hanya kepada-Mu.

Buletin Jum’at Risalah Tauhid -Depok- edisi 83

Minggu, 07 November 2010

Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah Dan Amalan Yang Disyariatkan

KEUTAMAAN 10 HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH DAN AMALAN YANG DISYARIATKAN
Source: http://www.almanhaj.or.id/content/2888/slash/0
Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin

Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan segenap sahabatnya.

روى البخاري رحمه الله عن ابن عباس رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام – يعني أيام العشر - قالوا : يا رسول الله ولا الجهاد في سبيل الله ؟ قال ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ثم لم يرجع من ذلك بشيء

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Rahimahullah, dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'Anhuma bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : Sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah ?. Beliau menjawab : Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun".

وروى الإمام أحمد رحمه الله عن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ما من أيام أعظم ولا احب إلى الله العمل فيهن من هذه الأيام العشر فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

وروى ابن حبان رحمه الله في صحيحه عن جابر رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: أفضل الأيام يوم عرفة.

"Imam Ahmad, Rahimahullah, meriwayatkan dari Umar Radhiyallahu 'Anhuma, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid".

MACAM-MACAM AMALAN YANG DISYARIATKAN

1. Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umrah
Amal ini adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya, antara lain : sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة

"Dari umrah ke umrah adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga".

2. Berpuasa Selama Hari-Hari Tersebut, Atau Pada Sebagiannya, Terutama Pada Hari Arafah.
Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi :

الصوم لي وأنا أجزي به ، انه ترك شهوته وطعامه وشرابه من أجلي

"Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku".

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

ما من عبد يصوم يوماً في سبيل الله ، إلا باعد الله بذلك اليوم وجهه عن النار سبعين خريف

"Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun". [Hadits Muttafaq 'Alaih].

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah Rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

صيام يوم عرفة أحتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والتي بعده .

"Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya".

3. Takbir Dan Dzikir Pada Hari-Hari Tersebut.
Sebagaimana firman Allah Ta'ala.

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ

".... dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan ...". [al-Hajj : 28].

Para ahli tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma.

فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

"Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid". [Hadits Riwayat Ahmad].

Imam Bukhari Rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orangpun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq, Rahimahullah, meriwayatkan dari fuqaha', tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan :

الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر ولله الحمد

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Ilallah, wa-Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu

"Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah".

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar, rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya. Sebagaimana firman Allah.

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ

"Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu ...". [al-Baqarah : 185].

Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor). Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para Salaf. Yang menurut sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku pada semua dzikir dan do'a, kecuali karena tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain.

Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah. Seperti : takbir, tasbih dan do'a-do'a lainnya yang disyariatkan.

4. Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa.
Sehingga akan mendapatkan ampunan dan rahmat. Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba dari Allah, dan keta'atan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah kepadanya.

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

ان الله يغار وغيرة الله أن يأتي المرء ما حرم الله علي

"Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba melakukan apa yang diharamkan Allah terhadapnya" [Hadits Muttafaq 'Alaihi].

5. Banyak Beramal Shalih.
Berupa ibadah sunat seperti : shalat, sedekah, jihad, membaca Al-Qur'an, amar ma'ruf nahi munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipat gandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihad orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.

6. Disyariatkan Pada Hari-Hari Itu Takbir Muthlaq
Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat Ied. Dan disyariatkan pula takbir muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan berjama'ah ; bagi selain jama'ah haji dimulai dari sejak Fajar Hari Arafah dan bagi Jama’ah Haji dimulai sejak Dzhuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat Ashar pada hari Tasyriq.

7. Berkurban Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-hari Tasyriq.
Hal ini adalah sunnah Nabi Ibrahim 'Alaihissalam, yakni ketika Allah Ta'ala menebus putranya dengan sembelihan yang agung. Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

وقد ثبت أن النبي صلى الله عليه وسلم ضحى بكبشين أملحين أقرنين ذبحهما بيده وسمى وكبّر ووضع رجله على صفاحهما

"Berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu". [Muttafaq 'Alaihi].

8. Dilarang Mencabut Atau Memotong Rambut Dan Kuku Bagi Orang Yang Hendak Berkurban.
Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah Radhiyallhu 'Anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

إذا رأيتم هلال ذي الحجة وأراد أحدكم أن يضّحي فليمسك عن شعره وأظفاره

"Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya".

Dalam riwayat lain :

فلا يأخذ من شعره ولا من أظفاره حتى يضحي

"Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban".

Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan kurbannya. Firman Allah.

وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّه

"..... dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan...". [al-Baqarah : 196].

Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

9. Melaksanakan Shalat Iedul Adha Dan Mendengarkan Khutbahnya.
Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan ; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti ; nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari.

10. Selain Hal-Hal Yang Telah Disebutkan Diatas.
Hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur kepada Allah, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan ; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan Allah agar mendapat ridha-Nya.

Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya dan menunjuki kita kepada jalan yang lurus. Dan shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.

والله الموفق والهادي إلى سواء السبيل وصلى الله على محمد وآله وصحبه وسلم .

صدرت بأذن طبع رقم 1218/ 5 وتاريخ 1/ 11/ 1409 هـ
صادر عن إدارة المطبوعات بالرئاسة العامة لإدارات البحوث العلمية والإفتاء والدعوة والإرشاد
كتبها : الفقير إلى عفو ربه
عبدالله بن عبدالرحمن الجبرين
عضو ا

[Disalin dari brosur yang dibagikan secara cuma-cuma, tanpa no, bulan, tahun dan penerbit. Artikel dalam bahasa Arab dapat dilihat di http://www.saaid.net/mktarat/hajj/4.h

Kamis, 04 November 2010

TIGA LANDASAN UTAMA

TIGA LANDASAN UTAMA
Oleh
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
Bagian Pertama dari Empat Tulisan [1/4]
Muqaddimah
Akhi (Saudaraku).
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada anda.
Ketahuilah, bahwa wajib bagi kita untuk mendalami empat masalah, yaitu :
1. Ilmu, ialah mengenal Allah, mengenal Nabi-Nya dan mengenal agama Islam
berdasarkan dalil-dalil.
2. Amal, ialah menerapkan ilmu ini.
3. Da'wah, ialah mengajak orang lain kepada ilmu ini.
4. Sabar, ialah tabah dan tangguh menghadapi segala rintangan dalam menuntut ilmu,
mengamalkannya dan berda'wah kepadanya.
Dalilnya, firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Demi masa. Sesungguhnya setiap manusia benar-benar berada dalam
kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, melakukan segala amal shalih dan
saling nasihat-menasihati untuk (menegakkan) yang haq, serta nasehatmenasehati
untuk (berlaku) sabar".(Al-'Ashr : 1-3).
Imam Asy-Syafi'i1 Rahimahullah Ta'ala, mengatakan :"Seandainya Allah hanya menurunkan
surah ini saja sebagai hujjah buat makhluk-Nya, tanpa hujjah lain, sungguh telah cukup surah
ini sebagai hujjah bagi mereka".
Dan Imam Al-Bukhari2 Rahimahullah Ta'ala, mengatakan :"Bab Ilmu didahulukan sebelum
ucapan dan perbuatan".
Dalilnya firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Maka ketahuilah, sesungguhnya tiada sesembahan (yang haq) selain
Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu". (Muhammad : 19).
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan terlebih dahulu untuk berilmu (berpengetahuan) .... .." 3
sebelum ucapan dan perbuatan.
Akhi (Saudaraku).
Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada anda.
Dan ketahuilah, bahwa wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk mempelajari dan
mengamalkan ketiga perkara ini :
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 1/16
1. Bahwa Allah-lah yang menciptakan kita dan yang memberi rizki kepada kita. Allah
tidak membiarkan kita begitu saja dalam kebingungan, tetapi mengutus kepada kita
seorang rasul, maka barangsiapa mentaati rasul tersebut pasti akan masuk surga dan
barangsiapa menyalahinya pasti akan masuk neraka. Allah Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu seorang rasul yang menjadi saksi
terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus kepada Fir'aun seorang rasul, tetapi
Fir'aun mendurhakai rasul itu, maka Kami siksa ia dengan siksaan yang berat". (Al-
Muzammil : 15-16).
2. Bahwa Allah tidak rela, jika dalam ibadah yang ditujukan kepada-Nya, Dia
dipersekutukan dengan sesuatu apapun, baik dengan seorang malaikat yang terdekat
atau dengan seorang nabi yang diutus manjadi rasul. Allah Ta'ala berfirman :"Dan
sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah, karena itu janganlah kamu
menyembah seorang-pun di dalamnya disamping (menyembah) Allah". (Al-Jinn : 18).
3. Bahwa barangsiapa yang mentaati Rasulullah serta mentauhidkan Allah, tidak boleh
bersahabat dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, sekalipun
mereka itu keluarga dekat. Allah Ta'ala berfirman :"Kamu tidak akan mendapati suatu
kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang itu bapak-bapak,
atau anak-anak, atau saudara-saudara, ataupun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang Allah telah mantapkan keimanan dalam hati mereka dan
menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya dan mereka akan
dimasukkan-Nya ke dalam surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-
Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah
itulah golongan yang beruntung". (Al-Mujaadalah : 22).
Akhi (Saudaraku).
Semoga Allah mebimbing anda untuk taat kepada-Nya.
Ketahuilah, bahwa Islam yang merupakan tuntunan Nabi Ibrahim adalah ibadah kepada
Allah semata dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Itulah yang diperintahkan Allah
kepada seluruh umat manusia dan hanya itu sebenarnya mereka diciptakan-Nya,
sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah
kepada-Ku". (Adz-Dzaariyaat : 56).
Ibadah dalam ayat ini, artinya : Tauhid. Dan perintah Allah yang paling agung adalah Tauhid,
yaitu : Memurnikan ibadah untuk Allah semata-mata. Sedang larangan Allah yang paling
besar adalah syirik, yaitu : Menyembah selain Allah di samping menyembah-Nya. Allah
Ta'ala berfirman :
"Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan sesuatu
apapun dengan-Nya". (An-Nisaa : 36).
Kemudian, apabila anda ditanya : Apakah tiga landasan utama yang wajib diketahui oleh
manusia ? Maka hendaklah anda jawab : Yaitu mengenal Tuhan Allah 'Azza wa Jalla,
mengenal agama Islam, dan mengenal Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Bersambung :
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 2/16
Mengenal Allah 'Azza wa Jalla.
Fote Note.
1. Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Al-'Abbas bin 'Utsman bin Syafi'i Al-Hasyim Al-Quraisy Al-Muthallibi (150-204H - 767-820M) Salah seorang imam
empat. Dilahirkan di Gaza (Palestina) dan meninggal di Cairo. Diantara karya ilmiyahnya Al-Umm, Ar-Risalah dan Al-Musnad.
2. Abu 'Abdillah Miuhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah Al- Bukhari (194-256H - 810-870M) Seorang Ulama ahli Hadits. Untuk
mengumpulkan hadits ia telah menempuh perjalanan yang panjang, mengunjungi Khurasan, Irak, Mesir dan Syam. Kitab-kitab yang disusunnya antara
lain Al-Jaami Ash-Shahih (yang lebih dikenal dengan Shahih Bukhari), At-Taarikh, Adh-Dhu'afaa, Khalq Af'aal al-Ibaad.
3. Al-Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al-'ilm, bab.10
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 3/16
TIGA LANDASAN UTAMA
Oleh
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
Bagian Kedua dari Empat Tulisan [2/4]
MENGENAL ALLAH, 'AZZA WA JALLA
Apabila anda ditanya : Siapakah Tuhanmu ? Maka katakanlah : tuhanku adalah Allah, yang
memelihara diriku dan memelihara semesta alam ini dengan segala ni'mat yang
dikaruniakan-Nya. Dan dialah sembahanku, tiada sesembahan yang haq selain Dia.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Artinya : Segala puji hanya milik Allah Tuhan Pemelihara semesta alam". (Al-
Faatihah : 1).
Semua yang ada selain Allah disebut Alam, dan aku adalah salah satu dari semesta alam ini.
Selanjutnya jika anda ditanya : Melalui apa anda mengenal Tuhan ? Maka hendaklah anda
jawab : Melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan melalui ciptaan-Nya. Di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah : malam, siang, matahari dan bulan. Sedang di antara ciptaan-Nya
ialah : tujuh langit dan tujuh bumi beserta segala mahluk yang ada di langit dan di bumi serta
yang ada di antara keduanya.
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari
dan bulan. Janganlah kamu bersujud kepada matahari dan janganlah (pula kamu
bersujud) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya
jika kamu benar-benar hanya kepada-Nya beribadah" (Fushshilat : 37).
Dan firman-Nya :
"Artinya : Sesungguhnya Tuhanmu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia
menutupkan malam kepada siang, senantiasa mengikutinya dengan cepat. Dan
Dia (ciptakan pula) matahari dan bulan serta bintang-bintang (semuanya) tunduk
kepada perintah-Nya. Ketahuilah hanya hak Allah mencipta dan memerintah itu.
Maha Suci Allah Tuhan semesta alam". (Al-A'raaf : 54).
Tuhan inilah yang haq disembah. Dalilnya, firman Allah Ta'ala :
"Artinya : Wahai manusia ! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu
dan orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertaqwa, (Tuhan) yang telah
menjadikan untukmu bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, serta
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan air itu Dia menghasilkan segala
buah-buahan sebagai rizki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengangkat
sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui". (Al-Baqarah : 22).
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 4/16
Ibnu Katsir 1 Rahimahullah Ta'ala, mengatakan :"Hanya Pencipta segala sesuatu yang ada
inilah yang berhak disembah dengan segala macam ibadah".(Lihat Ibnu Katsir, Tafsir Al-
Qur'an Al-'Azhim, (Cairo, Maktabah Dar At-Turats, 1400H) jilid. 1 hal. 57.
Dan macam-macam ibadah yang diperintah Allah itu, antara lain : Islam (Syahadat, Shalat,
Puasa, Zakat dan Haji), Iman, Ihsan, Do'a, Khauf (takut), Raja' (pengharapan), Tawakkal,
Raghbah (penuh minat), Rahbah (cemas), Khusyu' (tunduk), Khasyyah (takut), Inabah
(kembali kepada Allah), Isti'anah (memohon pertolongan), Isti'adzah (meminta perlindungan),
Istighatsah (meminta pertolongan untuk dimenangkan atau diselamatkan), Dzabh
(penyembelihan) Nadzar dan macam-macam ibadah lainnya yang diperintahkan olehAllah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Artinya : Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah, karena itu
janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping (menyembah)
Allah". (Al-Jinn : 18).
Karena itu barangsiapa yang menyelewengkan ibadah tersebut untuk selain Allah, maka dia
adalah musyrik dan kafir. Firman Allah Ta'ala :
"Artinya : Dan barangsiapa menyembah sesembahan yang lain di samping
(menyembah) Allah, padahal tidak ada satu dalilpun baginya tentang itu, maka
benar-benar balasannya ada pada tuhannya. Sungguh tiada beruntung orangorang
kafir itu". (Al-Mu'minuun :117).
Dalil-dalil macam Ibadah :
1. Dalil Do'a.
Firman Allah Ta'ala :
"Artinya : Dan Tuhanmu berfirman : Berdo'alah kamu kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan
bagimu. Sesungguhnya, orang-orang yang enggan untuk beribadah
kepada-Ku pasti akan masuk neraka dalam keadaan hina-dina". (Ghaafir : 60).
Dan diriwayatkan dalam hadits :
"Artinya : Do'a itu adalah sari ibadah". ( Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Al-Jaami'
Ash-Shahiih, kitab Ad-Da'waat, bab 1. "Maksud hadits ini adalah bahwa segala
macam ibadah, baik yang umum maupun yang khusus, yang dilakukan seorang
mu'min, seperti mencari nafkah yang halal untuk keluarga, menyantuni anak yatim
dll, semestinya diiringi dengan permohonan ridha Allah dan pengharapan balasan
ukhrawi. Oleh karena itu Do'a (permohonan dan pengharapan tersebut) disebut
oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai sari atau otak ibadah, karena
senantiasa harus mengiringi gerak ibadah").
2. Dalil Khauf (takut).
Firman Allah Ta'ala :
"Artinya : Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku
jika kamu benar-benar orang yang beriman". (Ali 'imran : 175).
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 5/16
3. Dalil Raja' (pengharapan).
Firman AllahTa'ala.
"Artinya : Untuk itu barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhanya,
maka hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah mempersekutukan
seorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya". (Al-Kahfi : 110).
4. Dalil Tawakkal (berserah diri).
Firman Allah Ta'ala :
"Artinya : Dan hanya kepada Allah-lah supaya kamu bertawakkal, jika kamu benarbenar
orang yang beriman". (Al-Maa'idah : 23).
"Artinya : Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, maka Dia-lah yang
akan mencukupinya". (Ath-Thalaaq : 3).
5. Dalil Raghbah (penuh minat), Rahbah (cemas) dan Khusyu' (tunduk).
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Sesungguhnya mereka itu senantiasa berlomba-lomba dalam
(mengerjakan) kebaikan-kebaikan serta mereka berdo'a kepada Kami dengan
penuh minat (kepada rahmat Kami) dan cemas (akan siksa Kami), sedang mereka
itu selalu tunduk hanya kepada Kami". (Al-Anbiyaa : 90).
6. Dalil Khasy-yah (takut).
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku".
(Al-Baqarah : 150).
7. Dalil Inabah (kembali kepada Allah).
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu serta berserah dirilah kepada-
Nya (dengan mentaati perintah-Nya), sebelum datang adzab kepadamu,
kemudian kamu tidak dapat tertolong (lagi)". (Az-Zumar : 54).
8. Dalil Isti'anah (memohon pertolongan).
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Hanya kepada Engkau-lah kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah
kami memohon pertolongan". (Al-Faatihah : 4).
Dan diriwayatkan dalam hadits.
"Artinya : Apabila kamu memohon pertolongan, maka memohonlah pertolongan
kepada Allah". (Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Al-Jaami' 'Ash-Shahiih, kitab
Shifaat Al-Qiyaamah wa Ar-Raqa'iq wa Al-Wara : bab 59 dan riwayat Imam Ahmad
dalam Al-Musnad. Beirut Al-maktab Al-Islami 1403H jilid 1 hal. 293, 303, 307).
9. Dalil Isti'adzah (meminta perlindungan).
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 6/16
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Katakanlah Aku berlindung kepada Tuhan yang Menguasai subuh". (Al-
Falaq : 1).
Dan firman-Nya :
"Artinya : Katakanlah Aku berlindung kepada Tuhan manusia. Penguasa
manusia". (An-Naas : 1-2).
10. Dalil Istighatsah (meminta pertolongan untuk dimenangkan atau diselamatkan).
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : (Ingatlah) tatkala kamu meminta pertolongan kepada Tuhanmu untuk
dimenangkan (atas kaum musyrikin), lalu diperkenankan-Nya bagimu". (Al-Anfaal :
9).
11. Dalil Dzabh (penyembelihan).
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Katakanlah. Sesungguhnya shalatkku, penyembelihanku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam, tiada sesuatu-pun sekutu bagi-
Nya. Demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama kali berserah diri (kepada-Nya)". (Al-An'am : 162-163).
Dalil dari Sunnah.
"Artinya : Allah melaknat orang yang menyembelih (binatang) bukan karena Allah".
(Hadits Riwayat Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Adhaahi, bab 8 dan riwayat
Imam Ahmad dalam Al-Musnad, jilid 1, hal. 108, 118 dan 152)
12. Dalil Nadzar.
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang siksanya
merata di mana-mana". (Al-Insaan : 7).
Bersambung :
Mengenal Islam
Fote Note.
1. Abu Al-Fidaa : Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasy Ad-Dimasyqi (701-774H - 1302-1373M). Seorang ahli ilmu hadits, tafsir, fiqh dan sejarah. Diantara
karyanya : Tafsir Al-Qur'aan Al-Azhim, Thabaqat Al-Fuqahaa Asy Syafiiyyun, Al-Bidayah wa An-Nihayah (sejarah), Ikhtishaar 'Uluum Al-Hadits, Syarh
Shahih Al-Bukhari (belum sempat dirampungkannya).
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 7/16
TIGA LANDASAN UTAMA
Oleh
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
Bagian Ketiga dari Empat Tulisan [3/4]
MENGENAL ISLAM
Islam, ialah berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan tunduk kepada-Nya dengan
penuh kepatuhan akan segala perintah-Nya serta menyelamatkan diri dari perbuatan syirik
dan orang-orang yang berbuat syirik.
Dan agama Islam, dalam pengertian tersebut, mempunyai tiga tingkatan, yaitu : Islam, Iman
dan Ihsan, masing-masing tingkatan mempunyai rukun-rukunnya.
I. Tingkatan Islam
Adapun tingkatan Islam, rukunnya ada lima :
1. Syahadat (pengakuan dengan hati dan lisan) bahwa "Laa Ilaaha Ilallaah" (Tiada
sesembahan yang haq selain Allah) dan Muhammad adalah Rasulullah.
2. Mendirikan shalat.
3. Mengeluarkan zakat.
4. Shiyam pada bulan Ramadhan.
5. dan Haji ke Baitullah Al-Haram.
1. Dalil Syahadat.
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Allah menyatakan bahwa tiada sesembahan (yang haq) selain Dia,
dengan senantiasa menegakkan keadilan (Juga menyatakan demikian itu) para
malaikat dan orang-orang yang berilmu. Tiada sesembahan (yang haq) selain Dia.
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (Al-Imraan : 18).
"Laa Ilaaha Ilallaah"' artinya : Tiada sesembahan yang haq selain Allah.
Syahadat ini mengandung dua unsur : menolak dan menetapkan. "Laa Ilaaha", adalah
menolak segala sembahan selain Allah. "Illallaah" adalah menetapkan bahwa penyembahan
itu hanya untuk Allah semata-mata, tiada sesuatu apapun yang boleh dijadikan sekutu
didalam penyembahan kepada-Nya, sebagaimana tiada sesuatu apapun yang boleh
dijadikan sekutu di dalam kekuasaan-Nya.
Tafsiran syahadat tersebut diperjelas oleh firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
"Artinya : Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kepada
kaumnya : 'Sesungguhnya aku menyatakan lepas dari segala yang kamu sembah,
kecuali Tuhan yang telah menciptakan-ku, karena sesungguhnya Dia akan
menunjuki'. Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada
keturunannya supaya mereka senantiasa kembali (kepada tauhid)". (Az-Zukhruf :
26-28).
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 8/16
"Artinya : Katakanlah (Muhammad) : 'Hai ahli kitab ! Marilah kamu kepada suatu
kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, yaitu ; hendaklah kita
tidak menyembah selain Allah dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun
dengan-Nya serta janganlah sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai
tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka :
'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang muslim (menyerahkan diri
kepada Allah)". (Ali 'Imran : 64).
Adapun dalil syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah.
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kalangan kamu
sendiri, terasa berat olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) untukmu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang
yang beriman". (Alt-Taubah : 128).
Syahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah, berarti : mentaati apa yang
diperintahkannya, membenarkan apa yang diberitakannya, menjauhi apa yang dilarang serta
dicegahnya, dan menyembah Allah hanya dengan cara yang disyariatkannya.
2. Dalil Shalat dan Zakat serta tafsiran Tauhid.
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Padahal mereka tidaklah diperintahkan kecuali supaya beribadah
kepada Allah, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya lagi bersikap lurus, dan
supaya mereka mendirikan Shalat serta mengeluarkan Zakat. Demikian itulah
tuntunan agama yang lurus". (Al-Bayyinah : 5).
3. Dalil Shiyam
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Wahai orang-orang yang beriman ! Diwajibkan kepada kamu untuk
melakukan shiyam, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum
kamu, agar kamu bertakwa". (Al-Baqarah : 183).
4. Dalil Haji.
Firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Dan hanya untuk Allah, wajib bagi manusia melakukan haji, yaitu (bagi)
orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Dan barangsiapa yang
mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Maha tidak memerlukan
semsesta alam". (Al 'Imran : 97).
II. Tingkatan Iman.
Iman itu lebih dari tujuh puluh cabang. Cabang yang paling tinggi ialah syahadat "Laa Ilaaha
Ilallaah", sedang cabang yang paling rendah ialah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan
sifat malu adalah salah satu dari cabang Iman.
Rukun Iman ada enam, yaitu :
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 9/16
1. Iman kepada Allah.
2. Iman kepada para Malaikat-Nya.
3. Iman kepada Kitab-kitab-Nya.
4. Iman kepada para Rasul-Nya.
5. Iman kepada hari Akhirat, dan
6. Iman kepada Qadar, yang baik dan yang buruk. (Qadar : takdir, ketentuan Ilahi. Yaitu :
Iman bahwa segala sesuatu yang terjadi di dalam semesta ini adalah diketahui,
dikehendaki dan dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala).
Dalil keenam rukun ini, firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Berbakti (dari Iman) itu bukanlah sekedar menghadapkan wajahmu
(dalam shalat) ke arah Timur dan Barat, tetapi berbakti (dan Iman) yang
sebenarnya ialah iman seseorang kepada Allah, hari Akhirat, para Malaikat, Kitabkitab
dan Nabi-nabi...".(Al-Baqarah : 177).
Dan firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Sesungguhnya segala sesuatu telah Kami ciptakan sesuai dengan
qadar". (Al-Qomar : 49).
III. Tingkatan Ihsan.
Ihsan, rukunnya hanya satu, yaitu :
"Artinya : Beribadah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya.
Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu". (Pengertian
Ihsan tersebut adalah penggalan dari hadits Jibril, yang dituturkan oleh Umar bin
Al-Khaththab Radhiyallahu 'Anhu, sebagaimana akan disebutkan).
Dalilnya, firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa dan orangorang
yang berbuat ihsan". (An-Nahl : 128).
Dan firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Dan bertakwallah kepada (Allah) Yang Maha Perkasa lagi Maha
Penyayang. Yang melihatmu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan (melihat)
perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud. Sesunnguhnya Dialah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (Asy-Syu'araa : 217-220).
Serta firman-Nya.
"Artinya : Dalam keadaan apapun kamu berada, dan (ayat) apapun dari Al-Qur'an
yang kamu baca, serta pekerjaan apa saja yang kamu kerjakan, tidak lain kami
adalah menjadi saksi atasmu diwaktu kamu melakukannya". (Yunus : 61).
Adapun dalilnya dari Sunnah, ialah hadits Jibril1 yang masyhur, yang diriwayatkan dari 'Umar
bin Al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu.
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 10/16
"Artinya : Ketika kami sedang duduk di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, tibatiba
muncul ke arah kami seorang laki-laki, sangat putih pakaiannya, hitam pekat
rambutnya, tidak tampak pada tubuhnya tanda-tanda sehabis dari bepergian jauh
dan tiada seorangpun di antara kami yang mengenalnya. Lalu orang itu duduk di
hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan menyandarkan kelututnya
pada kedua lutut beliau serta meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua
paha beliau, dan berkata : 'Ya Muhammad, beritahulah aku tentang Islam', maka
beliau menjawab :'Yaitu : bersyahadat bahwa tiada sesembahan yang haq selain
Allah serta Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan
zakat, melakukan shiyam pada bulan Ramadhan dan melaksanakan haji ke
Baitullah jika kamu mampu untuk mengadakan perjalanan ke sana'. Lelaki itu pun
berkata : 'Benarlah engkau'. Kata Umar :'Kami merasa heran kepadanya, ia
bertanya kepada beliau, tetapi juga membenarkan beliau. Lalu ia berkata :
'Beritahulah aku tenatng Iman'. Beliau menjawab :'Yaitu : Beriman kepada Allah,
para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan hari Akhirat, serta
beriman kepada Qadar yang baik dan yang buruk'. Ia pun berkata : 'Benarlah
engkau'. Kemudian ia berkata : 'Beritahullah aku tentang Ihsan'. Beliau menjawab :
Yaitu : Beribadah kepada Allah dalam keadaan seakan-akan kamu melihat-Nya.
Jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu'. Ia berkata lagi.
Beritahulah aku tentang hari Kiamat. Beliau menjawab : 'Orang yang ditanya
tentang hal tersebut tidak lebih tahu dari pada orang yang bertanya'. AKhirnya ia
berkata :'Beritahulah aku sebagian dari tanda-tanda Kiamat itu'. Beliau menjawab :
Yaitu : 'Apabila ada hamba sahaya wanita melahirkan tuannya dan apabila kamu
melihat orang-orang tak beralas kaki, tak berpakaian sempurna melarat lagi,
pengembala domba saling membangga-banggakan diri dalam membangun
bangunan yang tinggi'. Kata Umar : Lalu pergilah orang laki-laki itu, semantara
kami berdiam diri saja dalam waktu yang lama, sehingga Nabi bertanya : Hai
Umar, tahukah kamu siapakah orang yang bertanya itu ? Aku menjawab : Allah
dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau pun bersabda : 'Dia adalah Jibril, telah
datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kalian". (Hadits Riwayat
Muslim dalam Shahihnya, kitab Al-Iman, bab 1, hadits ke 1. Dan diriwayatkan juga
hadits dengan lafadz seperti ini dari Abu Hurairah oleh Al-Bukhari dalam Shahihnya,
kitab Al-Iman, bab 37, hadits ke 1.)
Bersambung
Mengenal Nabi Muhammad
Fote Note.
1. Disebut hadits jibril, karena jibril-lah yang datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan menanyakan kepada beliau tentang, Islam,
Iman dan masalah hari Kiamat. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan pelajaran kepada kaum muslimin tentang masalah-masaalah agama.
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 11/16
TIGA LANDASAN UTAMA
Oleh
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
Bagian Terakhir dari Empat Tulisan [4/4]
MENGENAL NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM
Beliau adalah Muhammad bin 'Abdullah, bin 'Abdul Muthallib, bin Hasyim. Hasyim adalah
termasuk suku Quraisy, suku Quraisy termasuk bangsa Arab, sedang bangsa Arab adalah
termasuk keturunan Nabi Isma'il, putera Nabi Ibrahim Al-Khalil. Semoga Allah melimpahkan
kepadanya dan kepada Nabi kita sebaik-baik shalawat dan salam.
Beliau berumur 63 tahun, diantaranya 40 tahun sebelum beliau menjadi nabi dan 23 tahun
sebagai nabi dan rasul.
Beliau diangkat sebagai nabi dengan "Iqra" yakni surah Al-'Alaq : 1-5, dan diangkat sebagai
rasul dengan surah Al-Mudatstsir.
Tempat asal beliau adalah Makkah.
Beliau diutus Allah untuk menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan mengajak kepada
tauhid. Dalilnya, firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Wahai orang yang berselimut ! Bangunlah, lalu sampaikanlah
peringatan. Agungkanlah Tuhanmu. Sucikalah pakaianmu. Tinggalkanlah berhalaberhala
itu. Dan janganlah kamu memberi, sedang kamu menginginkan balasan
yang lebih banyak. Serta bersabarlah untuk memenuhi perintah Tuhanmu". (Al-
Mudatstsir : 1-7).
Pengertian :
· "Sampaikanlah peringatan", ialah menyampaikan peringatan menjauhi syirik dan
mengajak kepada tauhid.
· "Agungkanlah Tuhanmu". Agungkanlah Ia dengan berserah diri dan beribadah
kepada-Nya semata-mata.
· "Sucikanlah pakaianmu", maksudnya ; Sucikanlah segala amalmu dari perbuatan
syirik.
· "Tinggalkanlah berhala-berhala itu", artinya : Jauhkan dan bebaskan dirimu darinya
serta orang-orang yang memujanya.
Beliaupun melaksanakan perintah ini dengan tekun dan gigih selama sepuluh tahun,
mengajak kepada tauhid. Setelah sepuluh tahun itu beliau di mi'rajkan (diangkat naik) ke atas
langit dan disyari'atkan kepada beliau shalat lima waktu. Beliau melakukan shalat di Makkah
selama tiga tahun. Kemudian, sesudah itu, beliau diperintahkan untuk berhijrah ke Madinah.
Hijrah, pengertiannya, ialah : Pindah dari lingkungan syirik ke lingkungan Islami.
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 12/16
Hijrah ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan umat Islam. Dan kewajiban tersebut
hukumnya tetap berlaku sampai hari kiamat. Dalil yang menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu
firman Allah Ta'ala.
"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan zhalim
terhadap diri mereka sendiri 1, kepada mereka malaikat bertanya :'Dalam keadaan
bagaimana kamu ini .? 'Mereka menjawab : Kami adalah orang-orang yang
tertindas di negeri (Makkah). Para malaikat berkata : 'Bukankah bumi Allah itu
luas, sehingga kamu dapat berhijrah (kemana saja) di bumi ini ?. Maka mereka
itulah tempat tinggalnya neraka Jahannam dan Jahannam itu adalah seburukburuk
tempat kembali. Akan tetapi orang-orang yang tertindas di antara mereka,
seperti kaum lelaki dan wanita serta anak-anak yang mereka itu dalam keadaan
tidak mampu menyelamatkan diri dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), maka
mudah-mudahan Allah memaafkan mereka. Dan Allah adalah Maha Pema'af lagi
Maha Pengampun". (An-Nisaa : 97-99).
Dan firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman ! Sesungguhnya, bumi-Ku
adalah luas, maka hanya kepada-Ku saja supaya kamu beribadah". (Al-Ankabuut :
56).
Al-Baghawai 2, Rahimahullah, berkata :"Ayat ini, sebab turunnya, adalah ditujukan kepada
orang-orang muslim yang masih berada di Makkah, yang mereka itu belum juga berhijrah.
Karena itu, Allah menyeru kepada mereka dengan sebutan orang-orang yang beriman".
Adapun dalil dari Sunnah yang menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu sabda Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Hijrah tetap akan berlangsung selama pintu taubat belum ditutup,
sedang pintu taubat tidak akan ditutup sebelum matahari terbit dari barat". (Hadits
Riwayat Imam Ahmad dalam Al-Musnad, jilid 4, hal. 99. Abu Dawud dalam Sunannya,
kitab Al-Jihad, bab 2, dan Ad-Darimi dalam Sunan-nya, kitab As-Sam, bab
70).
Setelah Nabi Muhammad menetap di Madinah, disyariatkan kepada beliau zakat, puasa, haji,
adzan, jihad, amar ma'ruf dan nahi mungkar, serta syariat-syariat Islam lainnya.
Beliau-pun melaksanakan untuk menyampaikan hal ini dengan tekun dan gigih selama
sepuluh tahun. Sesudah itu wafatlah beliau, sedang agamanya tetap dalam keadaan lestari.
Inilah agama yang beliau bawa : Tiada suatu kebaikan yang tidak beliau tunjukkan kepada
umatnya dan tiada suatu keburukan yang tidak beliau peringatkan kepada umatnya supaya
di jauhi. Kebaikan yang beliau tunjukkan ialah tauhid serta segala yang dicintai dan diridhai
Allah, sedang keburukan yang beliau peringatkan supaya dijauhi ialah syirik serta segala
yang dibenci dan tidak disenangi Allah.
Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, diutus oleh Allah kepada seluruh umat
manusia, dan diwajibkan kepada seluruh jin dan manusia untuk mentaatinya. Allah Ta'ala
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 13/16
berfirman.
"Artinya : Katakanlah. 'Wahai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepada kamu semua". (Al-Araaf : 158).
Dan melalui beliau, Allah telah menyempurnakan agama-Nya untuk kita, firman Allah Ta'ala.
"..Pada hari ini 3, telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan Aku lengkapkan
kepadamu ni'mat-Ku serta Aku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu". (Al-
Maaidah : 3).
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga wafat, ialah
firman Allah Ta'ala.
"Artinya :Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka-pun akan
mati (pula). Kemudian, sesungguhnya kamu nanti pada hari kiamat berbantahbantahan
di hadapan Tuhanmu". (Az-Zumar : 30-31).
Manusia sesudah mati, mereka nanti akan dibangkitkan kembali. Dalilnya firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Berasal dari tanahlah kamu telah Kami jadikan dan kepadanya kamu
Kami kembalikan serta darinya kamu akan Kami bangkitkan sekali lagi" (Thaa-haa
: 55).
Dan firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Dan Allah telah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya,
kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalamnya (lagi) dan (pada hari Kiamat)
Dia akan mengeluarkan kamu dengan sebenar-benarnya". (Nuh : 17-18).
Setelah manusia dibangkitkan, mereka akan di hisab dan diberi balasan sesuai dengan amal
perbuatan mereka, firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Dan hanya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi, supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat buruk
sesuai dengan perbuatan mereka dan memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik dengan (pahala) yang lebih baik (surga)".(An-Najm : 31).
Barangsiapa yang tidak mengimani kebangkitan ini, maka dia adalah kafir, firman Allah
Ta'ala.
"Artinya : (Kami telah mengutus) rasul-rasul menadi penyampai kabar gembira dan
pemberi peringatan, supaya tiada lagi suatu alasan bagi menusia membantah
Allah sebelum (diutusnya), serta beliulah penutup para nabi". (An-Nisaa : 165).
"Artinya : Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka tidak akan
dibangkitkan. Katakan : 'Tidaklah demikian. Demi Tuhanku, kamu pasti akan
dibangkitkan dan niscaya akan diberitakan kepadamu apapun yang telah kamu
kerjakan. Yang demikian itu adalah amat mudah bagi Allah". (At-Tghaabun : 7).
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 14/16
Allah telah mengutus semua rasul sebagai penyampai kabar gembira dan pemberi
peringatan. Sebagaimana firman Allah Ta'ala.
"Artinya : (Kami telah mengutus) rasul-rasul menjadi penyampai kabar gembira
dan pemberi peringatan supaya tiada lagi suatu alasan bagi manusia membantah
Allah setelah (diutusnya) para rasul itu .." (An-Nisaa : 165).
Rasul pertama adalah Nabi Nuh 'Alaihissalam 4, Dan rasul terkahir adalah Nabi Muhammad
Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta beliaulah penutup para nabi.
Dalil yang menunjukkan bahwa rasul pertama adalah Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa
sallam, firman Allah Ta'ala.
"Artinya : Sesungguhnya Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana
Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan para nabi sesudahnya .." (An-Nisaa :
163).
Dan Allah telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul, mulai dari Nabi Nuh sampai
Nabi Muhammad, dengan memerintahkan mereka untuk beribadat kepada Allah sematamata
dan melarang mereka beribadah kepada thagut. Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya : Dan sesungguhnya, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang
rasul (untuk menyerukan) :'Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah thagut
itu ..". (An-Nahl : 36).
Dengan demikian, Allah telah mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya supaya bersikap kafir
terhadap thagut dan hanya beriman kepada-Nya.
Ibnu Al-Qayyim 5, Rahimahullah Ta'ala, telah menjelaskan pengertian thagut tersebut dengan
mengatakan.
"Artinya : Thagut, ialah setiap yang diperlakukan manusia secara melampui batas
(yang telah ditentukan oleh Allah), seperti dengan disembah, atau diikuti atau
dipatuhi".
Dan thagut itu banyak macamnya, tokoh-tokohnya ada lima :
1. Iblis, yang telah dilaknat oleh Allah.
2. Orang yang disembah, sedang dia sendiri rela.
3. Orang yang mengajak manusia untuk menyembah dirinya.
4. Orang yang mengaku tahu sesuatu yang ghaib, dan
5. Orang yang memutuskan sesuatu tanpa berdasarkan hukum yang telah diturunkan
oleh Allah.
Allah Ta'ala berfirman.
"Artinya : Tiada paksaan dalam (memeluk) agama ini. Sungguh telah jelas
kebenaran dari kesesatan. Untuk itu, barangsiapa yang ingkar kepada thagut dan
beriman kepada Allah, maka dia benar-benar telah berpegang teguh dengan tali
yang terkuat, yang tidak akan terputus tali itu. Dan Allah Maha mendengar lagi
Maha Mengetahui". (Al-Baqarah : 256).
TIGA LANDASAN UTAMA - SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB 15/16
Ingkar kepada semua thagut dan iman kepada Allah saja, sebagaimana dinyatakan dalam
ayat tadi, adalah hakekat syahadat "Laa Ilaaha Ilallah".
Dan diriwayatkan dalam hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Pokok agama ini adalah Islam 6, dan tiangnya adalah shalat, sedang
ujung tulang punggungnya adalah jihad fi sabilillah". (Hadits Shahih riwayat Ath-
Thabarani dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu, dan riwayat At-Tirmidzi dalam Al-
Jaami Ash-Shahih, kitab Al-Imaan, bab 8).
Hanya Allah-lah Yang Mahatau. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah
kepada Nabi Muhammad kepada keluarga dan para sahabatnya.
Keterangan :
Tiga Landasan Utama
Diterbitkan oleh :
Kementrian Urusan Islam, Waqaf, Da'wah dan Penyuluhan
Urusan Penerbitan dan Penyebaran
Kerajaan Arab Saudi
Fote Note.
1. Yang dimaksud dengan orang-orang yang zhalim terhadap diri mereka sendiri dalam ayat ini, ialah orang-orang penduduk Makkah yang sudah masuk
Islam tetapi mereka tidak mau hijrah bersama Nabi, padahal mereka mampu dan sanggup. Mereka ditindas dan dipaksa oleh orang-orang kafir supaya
ikut bersama mereka pergi ke perang Badar, akhirnya ada diantara mereka yang terbunuh.
2. Abu Muhammad Al-Husein bin Mas'ud bin Muhammad Al-Farra' atau Ibnu Al-Farra'. Al Baghawi (436-510H - 1044-1117M). Seorang ahli dalam bidang
fiqh, hadits dan tafsir. Di antara karyanya : At-Tahdziib (fiqh), Syarh As-Sunnah (hadits), Lubaab At-Ta'wiil fi Ma'aalim At-Tanziil (tafsir).
3. Maksudnya, adalah hari Jum'at ketika wukuf di Arafah, pada waktu Haji Wada.
4. Selain dalil dari Al-Qur'an yang disebutkan Penulis, yang menunjukkan bahwa Nabi Nuh adalah rasul pertama, di sana juga ada hadits shahih yang
menyatakan bahwa Nabi Nuh adalah rasul pertama yang di utus kepada penduduk bumi ini, seperti hadits riwayat Al-Bukhari dalam Shahih-nya kitab
Al-Anbiya, bab 3 dan riwayat Muslim dalam Shahih-nya kitab Al-Iman, bab. 84. Adapun Nabi Adam Alaihissalam, menurut sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari, Radhiyallahu anhu. Beliau adalah nabi pertama. Dan disebutkan dalam hadits ini bahwa jumlah para nabi ada
124 ribu orang, dari jumlah tersebut sebagai rasul 315 orang, dan dalam riwayat lain disebutkan 310 orang lebih. Lihat : Imam Ahmad, Al-Musnad, jilid
5, hal. 178, 179 dan 265.
5. Abu Abdillah : Muhammad bin Abu Bakar, bin Ayyub, bin Said, Az-Zur'i,Ad-Dimasqi, terkenal dengan Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah (691-751H - 1292 -
1350M). Seorang ulama yang giat dan gigih dalam mengajak umat Islam pada zamannya untuk kembali kepada tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah serta
mengikuti jejak para Salaf Shalih. Mempunyai banyak karya tulsi, antara lain : Madaarij As-Salikin, Zaad Al-Ma'aad, Thariiq Al-Hijratain wa Baab As-
Sa'aadatain, At-Tibyaan fi Aqwaam Al-Qur'aan, Miftah Daar As-Sa'aadah.
6. Silahkan melihat kembali pengertian Islam yang disebutkan oleh Penulis, dalam Tiga Landasan Utama bagian 3/4
dikirim oleh al akh Yayat Ruhiat ke milis assunnah@yahoogroups.com
disimpan di milis assunnah_file@yahoogroups.com
kunjungi www.assunnah.or.id ( assunnah orang indonesia, not orgn).
juga http://assunnah.mine.nu (download audio kajian Islam ).
diedit dan diexport ke pdf dengan freeware Openoffice.org 1.10 ( www.openoffice.org )